DIKTAT
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK SMA
KELAS XI SEMESTER I
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
BAB I: ARTI DAN MAKNA GEREJA
BAB II: HIERARKI DAN AWAM
BAB III: SIFAT-SIFAT GEREJA
BAB IV: TUGAS-TUGAS GEREJA
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
ARTI
DAN MAKNA GEREJA
A. KOMPETENSI
1. Standar Kompetensi
Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan
Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup
bersama dan bergereja sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.
2. Kompetensi Dasar
Siswa mampu memahami arti dan makna Gereja
sebagai Umat Allah dan Persekutuan murid-murid Yesus yang terbuka.
3. Indikator
Mengungkapkan Arti dan Makna Gereja sebagai
Umat Allah.
Menjelaskan konsekuensi arti Gereja yang
meng-Umat
Menjelaskan paham Gereja Hierarki Piramidal
dan Gereja sebagai Persekutuan Umat.(Model-model Gereja)
Menyebutkan Keanggotaan dalam Gereja sebagai
Persekutuan Umat.
Mengungkapkan pandangan Gereja sebagai
Persekutuan Umat dalam terang Kitab Suci.
Mengungkapkan bahwa Gereja sebagai
Persekutuan Umat Bersifat Terbuka.
4. Uraian Tujuan
Dalam bab ini kita mampu memahami arti dan
makna Gereja sebagai Umat Allah dan Persekutuan murid-murid Yesus yang terbuka.
B. RINGKASAN MATERI
Arti dan Makna Gereja.
Gereja yang meng-Umat
Gagasan baru dalam Gereja Umat Allah
Ciri Gereja Umat Allah
Model-model Gereja
Paham Gereja Hierarki Piramidal
Paham Gereja sebagai Persekutuan Umat.
Keanggotaan dalam Gereja sebagai Persekutuan
Umat.
Pandangan Gereja sebagai Persekutuan Umat
dalam terang Kitab Suci.
Gereja sebagai Persekutuan Umat Bersifat
Terbuka.
C. PENJELASAN MATERI
1. Arti dan
Makna Gereja.
Sering kali diartikan sebagai rumah/ tempat
ibadat umat Kristen-Katolik. Secara etimologis, gereja berasal dari kata
‘igreja’ (portugis), ‘ecclesia’ (latin), ‘ekklesia’ (yunani) yang berarti
persekutuan/ jemaat. Menurut Gaudium et Spes, Gereja adalah “persekutuan umaat
yang percaya akan Yesus Kristus di bawah bimbingan Roh Kudus dalam ziarahnya
menuju Allah Bapa.”
Sebagai tempat ibadat gereja juga menjadi
tempat berkumpul. Kita, aku dan kau, adalah bagian dari perkumpulan/
persekutuan itu. Kita adalah Gereja.
2. Gereja yang
meng-Umat
Ciri Gereja Umat Allah
Pengertian Umat Allah mempunyai ciri khas,
sebagai berikut:
1) Umat Allah merupakan suatu
pilihan dan panggilan dari Allah sendiri. Umat Allah adalah bangsa terpilih,
bangsa terpanggil.
2) Umat Allah dipanggil dan
dipilih untuk Allah untuk misi tertentu, yaitu menyelamatkan dunia.
3) Hubungan antara Allah dan
umat-Nya dimeteraikan oleh suatu perjanjian. Umat harus mentaati
perintah-perintah Allah dan Allah akan selalu menepati janji-janji-Nya.
4) Umat Allah selalu dalam
perjalanan, melewati padang pasir, menuju tanah Terjanji.
Demikianlah, Gereja sungguh
merupakan UMAT ALLAH YANG SEDANG DALAM PERJALANAN MENUJU KE RUMAH BAPA.
Gagasan baru dalam Gereja Umat Allah
melanjutkan misi dan karya Yesus. Pandangan
Gereja sebagai Umat Allah membawa banyak gagasan baru, antara lain:
1) Memperlihatkan sifat historis
Gereja yang hidup :inter tempora”, yakni Gereja dilihat menurut perkembangannya
dalam sejarah keselamatan. Hal ini berarti menurut perkembangan di bawah
dorongan Roh Kudus. Segi organisatoris Gereja tidak terlalu ditekankan lagi,
tetapi sebagai gantinya ditekankan segi kharismatisnya. Gereja berkembang
“dari bawah”, dari kalangan umat sendiri.
2) Menempatkan hierarki dalam
keseluruhan Gereja sebagai suatu fungsi, sehingga sifat pengabdian hierarki
menjadi lebih kentara. Hierarki jelas mempunyai fungsi pelayanan. Hierarki
tidak lagi ditempatkan di atas umat, tetapi di dalam umat.
3) Memungkinkan pluriformitas
dalam hidup Gereja, termasuk pluriformitas dalam corak hidup, ciri-ciri, dan
sifat serta pelayanan dalam Gereja.
3. Model-model Gereja
Ada dua Model Gereja yang kiranya dihayati
Umat dewasa ini,antara lain:
Model Gereja institusional, sangat
menonjol dalam hal:
Organisasi (lahiriah) yang berstruktur
pyramidal, Tertata rapi.
Kepimpinan tertahbis atau hierarki: Hierarki
hampir identik dengan Gereja itu sendiri. Suatu institusi, apalagi institusi
besar seperti Gereja Katolik, tentu membutuhkan kepemimpinan yang kuat.
Hukum dan peraturan: Untuk menata dan menjaga
kelangsungan suatu institusi, apalagi yang berskala besar, tentu saja
dibutuhkan hukum dan peraturan yang jelas.
Sikap yang agak triumfalistik dan tertutup:
Gereja merasa sebagai satu-satunya penjamin kebenaran dan keselamatan. Extra
eclesiam nulla salus (di luar Gereja tidak ada keselamatan)
Model Gereja sebagai persekutuan umat,
mau menonjolkan:
Hidup persaudaraan karena iman dan harapan
yang sama: Persaudaraan adalah persaudaraan kasih.
Keikutsertaan semua umat dalam hidup
menggereja: Bukan saja hierarki dan biarawan-biarawati yang harus aktif dalam
hidup menggereja, tetapi seluruh umat..
Hukum dan peraturan memang perlu, tetapi
dibutuhkan pula peranan hati nurani dan tanggung jawab pribadi.
Sikap miskin, sederhana, dan terbuka: Rela
berdialog dengan pihak manapun, sebab Gereja yakin bahwa di luar Gereja Katolik
terdapat pula kebenaran dan keselamatan.
5. Keanggotaan dalam
Gereja sebagai Persekutuan Umat.
Gereja adalah persekutuan Umat Allah untuk
membangun Kerajaan Allah di bumi ini. Dalam persekutuan umat ini, semua anggota
mempunyai martabat yang sama, namun dari segi fungsinya dapat berbeda.
a. Golongan
Hierarki
Hierarki adalah orang-orang yang ditahbiskan
untuk tugas kegembalaan. Mereka menjadi pemimpin dan pemersatu umat, sebagai
tanda efektif dan nyata dari otoritas Kristus sebagai kepala umat, Hierarki
adalah tanda nyata bahwa umat tidak dapat membentuk dan membina diri atas
kuasanya sendiri, tetapi bergantung dari Kristus. Otoritas Kristus atas
Gereja-Nya ditandai oleh hirarki.
Tugas-tugas Hierarki adalah:
1) Hirarki menjalankan tugas
kepemimpinan dalam komunikasi iman. Hirarki mempersatukan umat dalam iman,
tidak hanya dengan petunjuk, nasehat, dan teladan, tetapi juga dengan
kewibawaan dan kekuasaan kudus. (Lumen Gentium, Art 27)
2) Hirarki menjalankan
tugas-tugas Gerejani, seperti merayakan sakramen, mewartakan sabda, dan
sebagainya.
6. Biarawan-biarawati.
Seorang biarawan / biarawati adalah anggota
umat yang dengan mengucapkan kaul kemiskinan, ketaatan, dan keperawanan selalu
bersatu dengan Kristus dan menerima pola nasib hidup Yesus Kristus secara
radikal. Dengan demikian, mereka menjadi tanda nyata dari hidup dalam Kerajaan
Allah. Jadi, kaul kemiskinan, ketaatan, dan keperawanan adalah sesuatu yang
khas dalam kehidupam membiara. Kekhasan itu terletak dalam radikalitetnya
menghayati kemiskinan, ketaatan, dan hidup wadat. Harta dan kekayaan, kuasa dan
kedudukan, perkawinan dan kehidupan keluarga adalah sesuatu yang baik dan
sangat bernilai dalam hidup ini. Namun, semua nilai itu relatif, tidak absolut,
dan tidak abadi sifatnya. Dengan menghayati kaul-kaul kebiaraan, para biarawan
atau biarawati menjadi “tanda” bahwa:
Kekayaan, kekuasaan, dan hidup keluarga
walaupun sangat bernilai, tetapi tidaklah absolut dan abadi. Maka, kita tidak
boleh mendewa-dewakannya.
Kaul kebiaraan itu mengarahkan kita pada
Kerajaan Allah dalam kepenuhannya kelak. Kita adalah umat musafir.
7. Kaum Awam
Yang dimaksud dengan “kaum awam” di sini
adalah semua orang beriman Kristen yang tidak termasuk dalam golongan tertahbis
dan biarawan / biarawati. Mereka adalah orang-orang yang dengan pembaptisan
menjadi anggota Gereja dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas
Kristus sebagai imam, nabi, dan raja. Dengan demikian, mereka menjalankan
perutusan seluruh Gereja dalam umat dan masyarakat. Bagi kaum awam, ciri
keduniaan adalah khas dan khusus. Mereka mengemban kerasulan dalam tata dunia.
8. Gereja yang
meng-Umat.
a. Dasar
dari Gereja yang Meng-Umat.
Kita masing-masing secara pribadi dipanggil
untuk melibatkan diri secara penuh dalam kehidupan Umat Allah. Atau secara
singkat dapat dikatakan bahwa kita harus MENGUMAT. Mengapa?
Hidup mengumat pada dasarnya merupakan
hakikat Gereja itu sendiri, sebab hakikat Gereja adalah persaudaraan cinta
kasih seperti yang dicerminkan oleh hidup Umat Perdana (Kis 2 :41-47)
Dalam hidup mengumat banyak karisma dan
rupa-rupa karunia dapat dilihat, diterima, dan digunakan untuk kekayaan seluruh
Gereja. Hidup Gereja yang selalu menampilkan segi organisatoris dan struktural
dapat mematikan banyak karisma dan karunia yang muncul dari bawah (1 Kor 12:
7-10)
Dalam hidup mengumat, semua orang yang merasa
menghayati martabat yang sama akan bertanggungjawab secara akktif dalam
fungsinya masing-masing untuk membangun Gereja dan memberi kesaksian kepada
dunia (Ef 4:11-13. 1 Kor 12:12-18. 26-27).
9. Konsekuensi dari
Gereja yang Mengumat.
Jika Gereja sungguh Umat Allah, apakah
konsekuensi bagi Gereja itu sendiri?
Konsekuensi bagi pimpinan Gereja (hierarki)
Menyadari fungsi pimpinan sebagai fungsi
pelayanan. Pimpinan bukan di atas umat, tetapi di tengah umat. Harus peka untuk
melihat dan mendengar karisma dan karunia-karunia yang tumbuh di kalangan umat.
b. Konsekuensi bagi setiap
anggota umat.
Menyadari dan menghayati persatuannya dengan
umat lain. Orang tidak dapat menghayati kehidupan imannya secara individu
saja.Aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala karisma, karunia, dan fungsi
yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan dan misi Gereja di tengah
masyarakat. Semua bertanggung jawab dalam hidup dan misi Gereja.
c. Konsekuensi bagi
hubungan awam dan hierarki.
Paham Gereja sebagai Umat Allah jelas membawa
konsekuensi dalam hubungan antara hierarki dan kaum awam. Kaum awam bukan lagi
pelengkap penyerta atau pelengkap penderita, melainkan partner hierarki. Awam
dan hierarki memiliki martabat yang sama, hanya berbeda fungsi.
10. Gereja
sebagai Persekutuan Umat dalam Terang Kitab Suci. (Kis 2: 41-47)
Santo Lukas dalam kutipan Kitab Suci, Kis
4:32-37, memberikan gambaran yang ideal terhadap komunitas persekutuan
Jemaat Perdana. Jemaat Perdana memiliki ciri-ciri berikut:
Bertekun dalam pengajaran para rasul dan dalam
persekutuan,
Segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan
bersama,
Berkumpul tiap-tiap hari dalam bait Allah
Gembira dan tulus hati sambil memuji Allah,
Mereka disukai banyak orang.
11. Gereja sebagai Persekutuan Umat
Bersifat Terbuka.
Gereja hadir di dunia ini bukan untuk dirinya
sendiri. Gereja hadir dan berada untuk dunia. Kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang
menderita merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan dari
murid-murid Kristus (Gereja). Sebab persekutuan murid-murid Kristus terdiri
atas orang-orang yang dipersatukan di dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus
dalam peziarahan menuju Kerajaan Bapa. Semua murid Kristus telah menerima warta
keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka, persekutuan mereka itu
mengalami dirinya sungguh erat dalam berhubungannya dengan umat manusia serta
sejarahnya (Gaudium et Spes No. 1) Singkatnya: Gereja harus menjadi
Sakramen (tanda) keselamatan bagi dunia.
Ada banyak cara bagi Gereja untuk menunjukkan
keterbukaannya, diantaranya:
Gereja harus selalu siap untuk berdialog
dengan agama dan budaya mana pun juga.
Kerja sama atau dialog karya.
Berpartisipasi secara aktif dan mau bekerja
sama dengan siapa saja dalam membangun masyarakat yang adil, damai, dan
sejahtera.
D. SAJIAN KASUS
Ketika terjadi krisis berkepanjangan di
negeri ini, ada seorang yang bertanya kepada bapak Uskup Agung Semarang: ”Mgr,
dalam situasi begini apa sikap gereja?” Dengan tenangnya bapak Uskup menjawab
”… GEREJA ITU SIAPA?”
Banyak pendapat menagatakan bahwa Gereja
adalah institusi, lembaga, bapak uskup, atau setidaknya Romo. Tetapi, dalam
pembicaraan diatas, bapak Uskup mengatakan bahwa gereja adalah kita, adalah
”panjenengan/ anda (kepada yang bertanya)” jadi, apa yang anda lakukan itulah
yang dilakukan Gereja. (dikutip dari Dialog Umat Paroki Salam dengan Mgr Ig.
Suharyo, 2009)
E. LATIHAN SOAL
Jelaskan definisi Gereja menurut GS.1!
Jelaskan model-model Gereja.!
Jelaskan konsekuensi arti Gereja yang
meng-Umat baik bagi Hierarkhi maupun bagi Umat!
Sebutkan Ciri-ciri Gereja menurut Kis. 2
41-47!
BAB
II
HIERARKI
DAN AWAM
A. KOMPETENSI
1. Standar Kompetensi
Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan
Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup
bersama dan bergereja sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.
2. Kompetensi Dasar
Siswa memahami fungsi dan peranan Hierarki
dan Awam, sehingga bersedia berpartisipasi dan bekerja sama dengan Hierarki
(dan pimpinan Gereja yang lain) dalam hidup menggereja.
3. Indikator
Mengungkapkan pahamnya tentang Hierarki dalam
Gereja Katolik.
Menjelaskan pengertian dasar dan susunan
Hierarki dalam Gereja Katolik
Menjelaskan fungsi kepemimpinan dalam Gereja
Katolik
Menjelaskan corak kepemimpinan dalam Gereja
Katolik
Menjelaskan awam dan kerasulan awam
Menjelaskan hubungan awam dan hierarki
4. Uraian
Tujuan
Dengan pelajaran ini kita dapat memahami
fungsi dan peranan hierarki dan awam, sehingga bersedia berpartisipasi dan
bekerjasama dengan hierarki ( dan pimpinan Gereja yang lain) dalam
hidup menggereja.
B. RINGKASAN MATERI
1. Hierarki
dalam Gereja Katolik.
a. Pengertian
dan Dasar Kepemimpinan dalam Gereja (Hierarki)
b. Susunan
Hierarki
c. Fungsi
Hierarki
d. Peranan
Hierarki
e. Corak
Kepemimpinan dalam Gereja
2. Kaum
Awam dalam Gereja Katolik
a. Arti
kaum Awam
b. Peranan
Kaum Awam
c. Hubungan
Hierarki dan Kaum Awam
d. Peranan
Kaum Muda dalam Hidup Menggereja
C. PENJELASAN TEORI
1. Hierarki
dalam Gereja Katolik.
a. Pengertian dan
Dasar Kepemimpinan dalam Gereja (Hierarki)
Gereja sebagai persekutuan umat mempunyai
struktur kepemimpinan, yang kita sebut Hierarki. Untuk menggembalakan dan
mengembangkan Umat Allah, Kristus dalam Gereja-Nya mengadakan aneka pelayanan
yang tujuannya demi kesejahteraan seluruh Umat Allah. Sebab, para pelayan yang
mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara-saudara mereka supaya semua yang
termasuk Umat Allah, dengan bebas dan teratur bekerja sama untuk mencapai
tujuan tadi, dan dengan demikian mencapai keselamatan.
Yesus Kristus, Gembala kekal, mendirikan
Gereja Kudus, dengan mengutus para rasul seperti Dia sendiri diutus oleh Bapa
(Yoh 20:21). Para pengganti mereka, yakni para Uskup,
dikehendaki-Nya untuk menjadi gembala dalam Gereja-Nya hingga akhir
zaman. Supaya episkopat itu sendiri tetap satu dan tak terbagi, Yesus
mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para rasul lainnya. Dalam diri Petrus,
Yesus menetapkan adanya azas dan dasar kesatuan iman serta persekutuan yang
tetap dan kelihatan. (Lumen Gentium, Art. 18)
Perutusan ilahi yang dipercayakan oleh Yesus
kepada para rasul akan berlangsung sampai akhir zaman (Mt 28:20), Sebab, Injil
yang harus mereka wartakan bagi Gereja merupakan azas seluruh kehidupan untuk
selamanya. Maka dari itu, dalam himpunan yang tersusun secara Hierarkis,
para rasul telah berusaha menggangkat para pengganti mereka.
Para Uskup pengganti para rasul yang dipimpin
oleh Sri Paus pengganti Petrus bertugas melayani Jemaat bersama para pembantu
mereka, yakni para imam dan diakon. Sebagai wakil Kristus, mereka memimpin
kawanan yang mereka gembalakan (pimpin), sebagai guru dalam ajaran, imam dalam
ibadat suci, dan pelayan dalam bimbingan (Lumen Gentium, Art 20)
b. Susunan Hierarki
Susunan kepemimpinan dalam Gereja sekarang
dapat diurutkan sebagai berikut:
1) Dewan
Para Uskup dengan Paus sebagai kepala
Pada akhir masa Gereja Perdana, sudah
diterima cukup umum bahwa para uskup adalah pengganti para rasul. Tetapi
hal itu tidak berarti bahwa hanya ada dua belas para uskup (karena ada 12
rasul). Bukan rasul satu persatu diganti oleh orang lain, tetapi kalangan para
rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh para Uskup. Tegasnya, dewan
para Uskup menggantikan dewan para rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah
dewan para uskup. Seseorang menjadi uskup, karena diterima ke dalam dewan itu.
2) Paus
Konsili Vatican II menegaskan: “Adapun dewan
atau badan para uskup hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan imam agung di
Roma, pengganti Petrus, sebagai kepalanya dan selama kekuasaan primatnya
terhadap semua, baik para gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku
seutuhnya.” Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya, yakni sebagai wakil
Kristus dan gembala Gereja semesta, mempunyai kuasa penuh, tertinggi dan
universal terhadap Gereja, dan kuasa itu selalu dapat dijalankan dengan bebas
(Lumen Gentium, Art 22). Penegasan itu didasarkan pada kenyataan bahwa
Kristus mengangkat Santo Petrus menjadi ketua para rasul lainnya. Petrus
diangkat menjadi pemimpin para rasul. Paus, pengganti Petrus, adalah pemimpin
para uskup.
3) Uskup
KonsiliVatican II merumuskan dengan jelas:
“masing-masing uskup menjadi asas dan dasar kelihatan bagi kesatuan dalam
Gerejanya” (Lumen Gentium, Art.23). Tugas pokok uskup adalam mempersatukan dan
mempertemukan umat. Tugas itu selanjutnya dibagi menjadi tiga tugas khusus
menurut tiga bidang kehidupan Gereja, yaitu tugas pewartaan, perayaan, dan pelayanan,
di mana dimungkinkan komunikasi iman dalam Gereja. Tugas utama dan terpenting
bagi para uskup adalah pewartaan Injil (Lumen Gentium, Art. 25)
4) Pembantu Uskup: Imam dan
Diakon.
Para Imam adalah wakil uskup. Di
setiap Jemaat setempat dalam arti tertentu, para imam menghadirkan uskup. Tugas
konkret mereka sama seperti uskup. Mereka ditahbiskan untuk mewartakan Injil
dan menggembalakan umat beriman.
Para Diakon : Pada tingkat hierarki
yang lebih rendah terdapat para diakon, yang ditumpangi tangan bukan untuk
imamat, melainkan untuk pelayanan (Lumen Gentium Art 29). Para diakon adalah
pembantu khusus uskup di bidang materi sedangkan imam pembantu umum.
NB. Kardinal bukan jabatan hirarkis dan
tidak termasuk dalam struktur hierarki. Kardinal adalah penasehat utama Paus
dan membantu Paus terutama dalam reksa harian seluruh Gereja. Para Kardinal
membentuk suatu dewan Kardinal. Jumlah dewan yang berhak memilih Paus dibatasi
120 orang yang di bawah usia 80 tahun. Seorang Kardinal dipilih oleh Paus
dengan bebas.
c. Fungsi Hierarki
Seluruh umat Allah mengambil bagian di dalam
tugas Kristus sebagai nabi, imam, dan raja (tugas: mengajar, menguduskan, dan
mengembalakan). Tetapi umat itu tidak bersifat seragam, maka Gereja
mengenal pembagian tugas, tiap komponen umat (hierarki, biarawan, biarawati,
awam) menjalankan tugas dengan cara yang berbeda.
Fungsi khusus hierarki adalah:
Ø Menjalankan tugas gerejani, yakni
tugas-tugas yang secara langsung dan eksplisit menyangkut kehidupan beriman
Gereja, seperti melayani sakramen-sakramen, mengajar agama dan sebagainya.
Ø Menjalankan tugas kepemimpinan dalam
komunikasi iman. Hierarki mempersatukan umat dalam iman dengan petunjuk,
nasihat, dan teladan.
d. Peranan Hierarki
Fungsi kepemimpinan hierarki adalah untuk
menggembalakan Gereja sebagai umat Allah.hierarki berada dalam umat Allah oleh
karena kehendak Kristus untuk menggembalakan seluruh Gereja-Nya.dengan
demikian, hierarki memiliki peran penting dalam penggembalaan Gereja Semesta.
Dalam konteks Gereja Semesta (universal) ini, hierarki memiliki dua peran
utama sebagai berikut:
Memberikan bimbingan pastoral dan tugas
pengajaran. Tugas mengajar dan memberikan bimbingan itu kerap dikenal dengan
istilah magisterium Gereja atau kuasa mengajar gereja dalam bidang iman. “Wewenang
mengajar” tidak berarti bahwa dalam pewartaan hanya hierarki yang aktif,
sedangkan yang lain tinggal menerima dengan pasif saja. Hierarki bertugas
menjaga dan memajukan kesatuan serta komunikasi di dalam umat Allah.
Memperhatikan Gereja-gereja di seluruh dunia.
Hierarki Gereja memperhatikan pula situasi-situasi yang dialami oleh
Gereja-gereja partikular di seluruh dunia.
e. Corak kepemimpinan
dalam Gereja
Kepemimpinan dalam Gereja merupakan suatu
panggilan khusus, di mana campur tangan Tuhan merupakan unsur yang dominan.
Oleh sebab itu, kepemimpinan dalam Gereja tidak diangkat oleh manusia
berdasarkan suatu bakat, kecakapan, atau prestasi tertentu. Kepemimpinan dalam
Gereja tidak diperoleh oleh kekuatan manusia sendiri. “Bukan kamu yang memilih
Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu”. Kepemimpinan dalam masyarakat dapat
diperpanjang oleh manusia, tetapi kepemimpinan dalam Gereja tidaklah demikian.
Kepemimpinan dalam Gereja bersifat mengabdi
dan melayani dalam arti semurni-murninya, walaupun ia sungguh mempunyai
wewenang yang berasal dari Kristus sendiri. Kepemimpinan gerejani adalah
kepemimpinan untuk melayani, bukan untuk dilayani. Kepemimpinan untuk menjadi
orang yang terakhir, bukan yang pertama. Kepemimpinan untuk mencuci kaki sesama
saudara. Ia adalah pelayan. (Paus dikatakan sebagai: Servus Servorum Dei=Hamba
dari hamba-hamba Allah).
Kepemimpinan hierarki berasal dari Tuhan,
maka tidak dapat dihapus oleh manusia. Kepemimpinan masyarakat dapat diturunkan
oleh manusia, karena ia diangkat dan diteguhkan oleh manusia.
2. Kaum Awam
dalam Gereja Katolik
Sesuai dengan ajaran konsili Vatican II,
rohaniawan (Hierarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam
fungsi. Semua fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang
baik, demiKerajaan Allah.
a. Arti
kaum Awam
Yang dimaksud dengan kaum awam adalah semua
orang beriman Kristiani yang tidak termasuk golongan yang menerima tahbisan
suci dan status kebiarawanan yang diakui dalam Gereja (Lumen Gentium Art. 31).
Ada dua macam defenisi awam:
Ø Definisi teologis: Awam adalah warga Gereja
yang tidak ditahbiskan. Jadi, awam meliputi biarawan seperti suster dan bruder
yang tidak menerima tahbisan suci.
Ø Definisi tipologis: Awam adalah warga
Gereja yang tidak ditahbiskan dan juga bukan biarawan-biarawati. Maka dari itu,
awam tidak mencakup para bruder dan suster.
b. Peranan
Kaum Awam
Pada zaman ini orang sering berbiacara
tentang tugas atau kerasulan internal dan eksternal.Kerasulan
internal atau kerasulan “ di dalam Gereja” adalah kerasulan membangun
jemaat. Kerasulan ini lebih diperani oleh jajaran Hierarki, walaupun awam
dituntut pula untuk mengambil bagian di dalamnya. Kerasulan
eksternal atau kerasulan dalam “tata dunia” lebih diperani oleh para awam.
Namun harus disadari bahwa kerasulan dalam Gereja bermuara pula ke dunia.
Gereja tidak hadir di dunia ini untuk dirinya sendiri, tetapi untuk dunia.
Gereja hadir untuk membangun Kerajaan Allah di dunia ini.
1) Kerasulan dalam tata dunia.
Berdasarkan panggilan khasnya, awam bertugas
mencari Kerajaan Allah dengan mengusahakan hal-hal duniawi dan mengaturnya
sesuai dengan kehendak Allah. Mereka hidup dalam dunia, yakni dalam semua
dan tiap jabatan serta kegiatan dunia. Mereka dipanggil Allah agar sambil menjalankan
tugas khasnya dan dibimbing oleh semangat Injil, mereka dapat menguduskan dunia
dari dalam laksana ragi (Lumen Gentium, Art. 31). Kaum awam dapat menjalankan
kerasulannya dengan kegiatan penginjilan dan pengudusan manusia serta
meresapkan dan memantapkan semangat Injil ke dalam Tata Dunia sedemikian rupa
sehingga kegiatan mereka sungguh-sungguh memberikan kesaksian tentang Kristus
dan melayani keselamatan manusia.
Dengan kata lain, Tata Dunia adalah medan
bakti khas kaum awam. Hidup keluarga dan masyarakat yang bergumul dengan
bidang-bidang ipoleksosbudhamkamnas hendaknya menjadi medan bakti mereka.
Cukup lama, bahkan sampai sekarang ini, masih
banyak diantara kita yang melihat kerasulan dalam tata dunia bukan sebagai
kegiatan kerasulan. Mereka menyangka bahwa kerasulan hanya berurusan dengan
hal-hal yang rohani, yang sakral, yang kudus, yang serba keagamaan, dan yang
menyangkup kegiatan-kegiatan dalam lingkup Gereja. Dengan paham Gereja sebagai
“Tanda dan Sarana Keselamatan Dunia” yang dimunculkan oleh Gaudium et Spes, di
mana otonomi dunia dan sifatnya yang sekuler diakui, maka dunia dan
lingkungannya mulai diterima sebagai ruang lingkup keberadaan dan kegiatan
Gereja, bahkan sebagai partner dialog yang dapat saling memperkaya diri. Orang
mulai menyadari bahwa menjalankan tugas-tugas duniawi tidak hanya berdasarkan
alasan kewargaan dalam masyarakat atau Negara saja, tetapi juga karena dorongan
iman dan tugas kerasulan kita, asalkan dengan motivasi yang baik. Iman tidak
hanya menghubungkan kita dengan Tuhan, tetapi sekaligus menghubungkan kita
dengan sesama kita di dunia ini.
2) Kerasulan dalam Gereja
(internal)
Karena Gereja ini Umat Allah, maka Gereja
harus sungguh-sungguh menjadi Umat Allah. Ia hendaknya mengkonsilidasi diri
untuk benar-benar menjadi Umat Allah itu. Ini adalah tugas membangun Gereja.
Tugas ini dapat disebut kerasulan internal. Tugas ini pada dasarnya lebih
dipercayakan kepada golongan hierarki (kerasulan hierarki), tetapi para awam
dituntut pula untuk mengambil bagian di dalamnya. Keterlibatan awam dalam tugas
membangun Gereja ini bukanlah karena menjadi perpanjangan tangan dari hierarki
atau ditugaskan oleh hierarki, tetapi oleh pembaptisan ia mendapat tugas itu
dari Kristus. Awam hendaknya turut berpartisipasi dalam tri-tugas Gereja.
a). Dalam tugas nabiah, pewartaan sabda,
seorang awam dapat:
Mengajar agama, sebagai katekis atau guru
agama
Memimpin kegiatan pendalaman Kitab Suci atau
pendalaman iman.
b). Dalam tugas imamiah, menguduskan, seorang
awam dapat:
Memimpin doa dalam pertemuan-peremuan umat
Memimpin koor atau nyanyian dalam ibadat
Membagi komuni sebagai prodiakon
Menjadi pelayan Altar, dsb.
c). Dalam tugas gerejawi, memimpin atau
melayani, seorang awam dapat:
Menjadi anggota Dewan Paroki
Menjadi ketua seksi, ketua lingkungan atau
wilayah.
c. Hubungan
Hierarki dan Kaum Awam
1). Gereja adalah Umat Allah
Konsili Vatkan II menegaskan bahwa semua
anggota Umat Allah (hierarki, biarawan/biarawati, dan awam) memiliki martabat
yang sama. Yang berbeda hanya fungsinya. Keyakinan ini dapat menjamin hubungan
yang wajar antara semua komponen Gereja. Tidak boleh ada klaim bahwa
komponen-komponen tertentu lebih bermartabat dalam Gereja Kristus dan
menyepelekan komponen lainnya. Keyakinan ini harus diimplementasikan secara
konsekuen dalam hidup dan karya semua anggota Gereja.
2) Setiap Komponen Gereja memiliki
fungsi yang khas.
Setiap Komponen Gereja memiliki fungsi yang
khas. Hierarki bertugas memimpin (atau lebih tepat melayani) dan mempersatukan
seluruh Umat Allah. Biarawan/biarawati dengan kaul-kaulnya bertugas mengarahkan
umat Allah kepada dunia yang akan dating (eskatologis). Para awam bertugas
merasul dalam tata dunia. Mereka harus menjadi rasul dalam keluarga-keluarga
dan dalam masyarakat di bidang ipoleksosbudhamkamnas. Jika setiap komponen
Gereja melaksanakan fungsinya masing-masing dengan baik, maka adanya kerja sama
yang baik pasti terjamin
3) Kerja sama
Walaupun tiap komponen Gereja memiliki
fungsinya masing-masing, namun untuk bidang-bidang dan kegiatan tertentu,
terlebih dalam kerasulan internal Gereja yaitu membangun hidup menggereja,
masih dibutuhkan partisipasi dan kerja sama dari semua komponen. Dalam hal ini
hendaknya hierarki tampil sebagai pelayan yang memimpin dan mempersatukan.
Pimpinan tertahbis, yaitu dewan diakon, dewan presbyter, dan dewan uskup tidak
berfungsi untuk mengumpulkan kekuasaan ke dalam tangan mereka melainkan untuk
menyatukan rupa-rupa tipe, jenis, dan fungsi pelayanan (kharisma) yang
ada.Hierarki berperan untuk memelihara keseimbangan dan persaudaraan di antara
sekian banyak tugas pelayanan. Para pemimpin tertahbis memperhatikan serta
memelihara keseluruhan visi, misi, dan reksa pastoral. Karena itu, tidak
mengherankan bahwa di antara mereka yang termasuk dalam dewan hierarki ini ada
yang bertanggung jawab untuk memelihara ajaran yang benar dan memimpin perayaan
sakramen-sakramen.
d. Peranan Kaum Muda dalam Hidup Menggereja
Gereja membutuhkan kaum muda untuk
memperkembangkan Gereja itu sendiri. Keterlibatan kaum muda dalam Gereja bisa
dalam bentuk kelompok atau pribadi. Gereja memberikan ruang bagi keterlibatan
kaum muda untuk tugas-tugas Gereja sesaui dengan fungsi dan potensi
masing-masing, entah itu tugas nabiah, rajawi, imamiah. Oleh karena itu
kerasulan kita baik didalam Gereja maupun kerasulan di luar Gereja memiliki
tujuan yang sama, membangun Kerajaan Allah.
D. SAJIAN
CONTOH
Bacalah Cerita Dibawah ini:
DUA BERSAUDARA
Kata sahibul hikayat ada dua orang bersaudara
yang hidup bahagia dan puas, sampai kedua-duanya dipanggil Tuhan untuk menjadi
murid-Nya. Yang lebih tua menanggapi panggilan menjadi iman dengan sukarela,
meskipun ia harus meninggalkan orang tua serta gadis yang dicintainya dan
diimpikan menjadi istrinya. Ia lalu pergi ke sebuah negeri yang jauh.
Disana ia mencurahkan seluruh hidupnya untuk melayani orang-orang yang sangat
miskin. Penganiayaan timbul di negeri itu. Ia ditangkap atas dasar tuduhan
palsu, kemudian disiksa dan dibunuh. Dan Tuhan berkata kepadanya: “Baik, hamba
yang jujur dan setia! Engkau memberiku pengabdian seharga seribu talenta.
Sekarang akan kuberikan kepadamu semiliar, semiliar talenta sebagai ganjaranmu,
masuklah dalam sukacita TuhanMu!”.
Tanggapan adiknya atas panggilan Tuhan
berubah. Ia ingin melepaskannya supaya dapat meneruskan rencananya serta
menikah dengan gadis yang dicintainya. Ia menikmati kebahagiaan hidup
berkeluarga, usahanya berkembang pesat, ia menjadi terkenal dan kaya.
Kadangkala ia memberi sedekah kepada pengemis, bersikap ramah terhadap istri
dan anak-anaknya. Sesekali ia juga mengirim sedikit uang untuk kakaknya yang
menjadi misionaris di negeri yang jauh.”Uang ini mungkin dapat membantu karyamu
di tengah orang miskin itu”, tulisnya di dalam surat.
Pada saat ia meninggal, Tuhan berkata
kepadanya: “Baik, hamba yang jujur dan setia! Engkau memberiku pelayanan
seharga sepuluh talenta. Sekarang akan kuberikan ganjaran kepadamu sebesar
semiliar,semiliar talenta, masuklah ke dalam suka cita Tuhanmu!”
Kakaknya tercengang-cengang ketika mendengar
bahwa adiknya mendapatkan ganjaran yang sama dengannya. Dan ia senang. Katanya:
“Tuhan, setelah melihat semua ini, seandainya saya harus lahir dan hidup
kembali, saya masih akan melakukan hal yang persis sama dengan yang telah saya
perbuat bagi-Mu”.
Siapakah yang awam?
Jawab: Yang awam adalah adik
Menurut pandanganmu, manakah lebih
luhur, menjadi iman atau menjalankan suatu profesi dalam masyarakat
seperti guru, camat, polisi, pedagang dsb? Jelaskan?
Jawab : cerita diatas ingin mengungkapkan
bahwa awam dan peran seorang awam sama luhurnya dengan rohaniwan (hierarki) dan
peran seorang rohaniawan. Sesuai dengan ajaran Konsili Vatikan II, rohaniwan
(hierarki) dan awam memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam fungsi.
Semua fungsi sama luhurnya, asal dilaksanakan dengan motivasi yang baik, demi
Kerajaan Allah.
E. SOAL
LATIHAN
Apa yang kamu ketahui tentang pengertian
hierarki?
Jelaskan dasar ditetapkannya hierarki Gereja?
Sebutkan fungsi kepemimpinan dalam Gereja
Katolik?
Jelaskan corak kepemimpinan dalam Gereja
Katolik?
Terangkan apa yang dimaksud awam dan
peranannya dalam gereja?
Jelaskan hubungan awamdan hierarki?
BAB
III
SIFAT
– SIFAT GEREJA
A. KOMPTENTSI
1. Standar
Kompetensi
Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan
Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup
bersama dan bergereja sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.
2. Kompetensi
Dasar
Siswa memahami sifat-sifat Gereja yang satu,
kudus, katolik dan apostolik, sehingga menjaga keutuhan serta terpanggil untuk
merasul dan memperjuangkan kepentingan umum.
3. Indikator
Mengungkapkan sifat-sifat Gereja yang satu
dan kudus.
Menyebutkan usaha memperjuangkan Kesatuan dan
Kekudusan Gereja
Mengungkapkan ciri-ciri Gereja yang katolik
dan apostolik
Menyebutkan usaha memperjuangkan Kekatolikan
dan Keapostolikan Gereja.
Mengungkapkan ciri-ciri Gereja yang dituntut
pada zaman ini.
4. Uraian Tujuan
Dengan pelajaran ini kita dapat memahami
sifat-sifat Gereja yang satu, Kudus, Katolik, Apostolik sehingga merasa
terpanggil untuk menjaga keutuhan Gereja dan memperjuangkan kepentingan umum.
B. RINGKASAN MATERI
1. Gereja
yang satu
2. Gereja
yang kudus
3. Gereja
yang katolik
4. Gereja
yang apostolic
C. PENJELASAN TEORI
1. Gereja
yang satu.
Kesatuan Gereja pertama-tama adalah kesatuan
iman (Ef 4:3-6) yang mungkin dirumuskan dan diungkapkan secara berbeda-beda.
Kesatuan tidak sama dengan keseragaman.
Kesatuan Gereja dimengerti sebagai Bhinneka Tunggal Ika, baik di dalam Gereja
Katolik sendiri maupun dalam persekutuan ekumenis. Kesatuan Gereja bukanlah
semacam kekompakkan organisasi atau kerukunan social, bukan soal struktur
organisasi yang lebih bersifat lahiriah, tetapi Injil Yesus Kristus yang
diwartakan, dirayakan, dan dilaksanakan di dalam hidup sehari-hari.
Kristus memang mengangkat Petrus menjadi
ketua para rasul, supaya kolegialitas para rasul tetap satu dan tidak terbagi.
Di dalam diri Petrus, Kristus meletakkan azas dan dasar kesatuan iman serta
persekutuan yang tetap kelihatan. Kesatuan ini tidak boleh dilihat pertama-tama
secara univfersal. Tidak hanya Paus tetapi masing-masing uskup (pemimpin Gereja
lokal) menjadi azas dan dasar yang kelihatan dari kesatuan dalam Gereja.
Kristus akan tetap mempersatukan Gereja,
tetapi dari pihak lain disadari pula bahwa perwujudan konkret harus
diperjuangkan dan dikembangkan serta disempurnakan terus menerus. Oleh karena
itu kesatuan iman mendorong semua orang Kristen supaya mencari “persekutuan”
dengan semua saudara seiman.
Singkat kata, Gereja yang satu itu terungkap
dalam:
Kesatuan iman para anggotanya.
Kesatuan iman ini bukan kesatuan yang statis,
tetapi kesatuan yang dinamis. Iman adalah prinsip kesatuan batiniah Gereja.
Kesatuan dalampimpinannya, yaitu
hierarki
Hierarki mempunyai tugas untuk mempersatukan
umat. Hierarki sering dilihat sebagai prinsip kesatuan lahiriah dari Gereja.
Kesatuan dalam kebaktian dan kehidupan
sacramental.
Kebaktian dan sakramen-sakramen merupakan
ekspresi simbolis dari kesatuan Gereja itu (Ef 4:3-6)
Gereja yang kudus.
Dalam hal kekudusan yang pokok bukan bentuk
pelaksanaannya, melainkan sikap dasarnya. Kudus berarti “yang dikhususkan bagi
Tuhan”.Jadi, pertama-tama “kudus” (suci) itu menyangkut seluruh bidang
keagamaan. Yang “Kudus” bukan hanya orang, tempat, atau barang yang dikhususkan
bagi Tuhan, tetapi lingkup kehidupan Tuhan. Semua yang lain, orang, waktu, atau
tempat disebut kudus karena masuk lingkup kehidupan Tuhan. Yang kudus itu
adalah Allah. Gereja menerima kekudusan sebagai anugerah dari Allah dalam
Kristus oleh iman. Kekudusan tidak datang dari Gereja, tetapi dari Allah yang
mempersatukan Gereja dengan Kristus dalam Roh Kudus. Jadi, kekudusan Gereja
tidak terutama diartikan secara moral, tetapi secara teologikal, menyangkut
keberadaan dalam lingkup hidup Allah.
Perjanjian Baru melihat proses pengudusan
manusia sebagai pengudusan oleh Roh Kudus (1 Ptr 1:2). Dikuduskan karena
terpanggil (Roma 1:7). Dari pihak manusia, kekudusan (kesucian) hanya berarti
tanggapan atas karya Allah itu, terutama dengan sikap iman dan pengharapan.
Sikap iman dinyatakan dalam segala perbuatan dan kegiatan kehidupan yang serba
biasa. Kesucian bukan soal bentuk kehidupan (seperti biarawati), melainkan
sikap yang dinyatakan dalam hidup sehari-hari. Kekudusan itu terungkap dengan
aneka cara pada setiap orang. Kehidupan Gereja bukanlah suatu sifat yang
seragam, yang sama bentuknya untuk semua, melainkan semua mengambil bagian
dalam satu kekudusan Gereja yang berasal dari Kristus. Kesucian ini adalah
kekudusan yang harus diperjuangkan terus menerus.
Singkatnya: Gereja itu kudus karena sumber
dari mana ia berasal, karena tujuan ke mana ia diarahkan, dan karena
unsur-unsur Illahi yang otentik yang ada di dalamnya adalah kudus.
Sumber dari mana Gereja berasal adalah kudus.
Gereja didirikan oleh Kristus. Gereja menerima kekudusannya dari Kristus dan
doa-Nya: “Ya Bapa yang kudus…. Kuduskanlah mereka dalam kebenaran….” (Yoh
17:11).
Tujuan dan arah Gereja adalah kudus. Gereja
bertujuan untuk kemuliaan Allah dan penyelamatan umat manusia.
Jiwa Gereja adalah kudus, sebab jiwa Gereja
adalah Roh Kudus sendiri.
Unsur-unsur Illahi yang berada di dalam
Gereja adalah kudus, misalnya ajaran-ajaran dan sakramen-sakramennya.
Anggotanya adalah kudus, karena ditandai oleh
Kristus melalui pembaptisan dan diserahkan kepada Kristus serta dipersatukan
melalui iman, harapan, dan cinta yang kudus. Semuanya ini tidak berarti bahwa
anggotanya selalu kudus (suci), namun ada juga yang mencapai tingkat kekudusan
yang heroik. Kita semua dipanggil untuk kekudusan (kesucian).
3. Usaha memperjuangkan Kesatuan dan
Kekudusan Gereja.
Gereja itu Ilahi sekaligus insani, berasal
dari Yesus dan berkembang dalam sejarah. Gereja itu bersifat dinamis, tidak
sekali jadi dan statis. Oleh karena itu, kesatuan dan kekudusan Gereja harus
selalu diperjuangkan.
Memperjuangkan kesatuan Gereja.
Kita menyadari bahwa dalam kenyataannya dalam
Gereja sering terjadi perpecahan dan keretakan-keretakan. Perpecahan dan
keretakan yang terjadi dalam Gereja itu tentu saja disebabkan perbuatan
manusia. Allah memang berkenan menghimpun orang-orang yang beriman akan Kristus
menjadi Umat Allah (1 Ptr 2:5-10) dan membuat mereka menjadi satu tubuh (1 Kor
12:12). Tetapi, bagaimana rencana Allah itu dilaksanakan oleh setiap orang
Kristen? Semangat persatuan harus selalu dipupuk dan diperjuangkan oleh
setiap orang Kristen itu sendiri.
Usaha-usaha apa yang dapat kita galakan untuk
menguatkan persatuan kita ke dalam?
† Aktif berpartisipasi dalam kehidupan
bergereja
† Setia dan taat kepada persekutuan umat,
termasuk hierarki,dsb.
Usaha-usaha apa yang dapat kita galakan untuk
menguatkan persatuan “antar Gereja?”
† Lebih bersifat jujur dan terbuka kepada
satu sama lain. Lebih melihat kesamaan daripada perbedaan.
† Mengadakan berbagai kegiatan social dan
peribadatan bersama, dsb.
Kesatuan Gereja tidak identik
denganuniformitas. Kesatuan Gereja di luar bidang esensial Injili memungkinkan
keanekaragaman. Kesatuan harus lebih tampak dalam keanekaragaman.
Memperjuangkan Kekudusan Gereja.
Kekudusan Gereja adalah kekudusan (kesucian)
Kristus. Gereja menerima kekudusan sebagai anugerah dari Allah dalam Kristus
oleh iman. Kesucian tidak datang dari Gereja, tetapi dari Allah yang
mempersatukan Gereja dengan dalam Roh Kudus. Apa yang dapat kita lakukan
untuk memperjuangkan kekudusan anggota-anggota Gereja?
† Saling memberi kesaksian untuk hidup
sebagai putera-puteri Allah.
† Memperkenalkan anggota-anggota Gereja
yang sudah hidup secara heroik untuk mencapai kekudusan.
† Merenungkan dan mendalami Kitab
Suci., khususnya ajaran dan hidup Yesus, yang merupakan pedoman dan arah hidup
kita, dsb
4. Gereja yang Katolik
Katolik berarti universal atau umum, dapat
dilihat secara kwantitatif dan kualitatif.
Gereja itu katolik karena dapat hidup di
tengah-tengah bangsa dan memperoleh warganya dari semua bangsa. Gereja sebagai
sakramen Roh Kudus berpengaruh dan berdaya menguduskan serta tidak terbatas
pada anggota Gereja saja, melainkan juga terarah kepada seluruh dunia. Dengan
sifat katolik ini dimaksudkan Gereja mampu mengatasi keterbatasannya sendiri
untuk berkiprah ke seluruh penjuru dunia.
Gereja itu katolik karena ajarannya dapat
diwartakan kepada segala bangsa dan segala harta kekayaan bangsa-bangsa sejauh
itu baik dan luhur. Gereja terbuka terhadap semua kemampuan, kekayaan, dan adat
istiadat yang luhur tanpa kehilangan jati dirinya. Sebenarnya, Gereja bukan
saja dapat menerima dan merangkum segala sesuatu, tetapi Gereja dapat menjiwai
seluruh dunia dengan semangatnya. Oleh sebab itu, yang Katolik bukan saja
Gereja universal, melainkan juga setiap anggotanya, sebab dalam setiap jemaat
hadirlah seluruh Gereja. Setiap jemaat adalah Gereja yang lengkap, bukan
sekedar “cabang” Gereja universal. Gereja setempat merupakan seluruh Gereja
yang bersifat katolik.
Singkatnya: Gereja bersifat katolik bearti
terbuka bagi dunia, tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa dan kebudayaan
tertentu, waktu atau golongan masyarakat tertentu.
Kekatolikan Gereja tampak dalam:
Rahmat dan keselamatan yang diwartakannya
Iman dan ajaran Gereja yang bersifat umum,
dapat diterima dan dihayati oleh siapapun juga.
5. Gereja
yang apostolik
Gereja yang apostolik berarti Gereja yang
berasal dari para rasul dan tetap berpegang teguh pada kesaksian iman mereka,
yang mengalami secara dekat peristiwa Yesus. Kesadaran bahwa Gereja dibangun
atas dasar para rasul dengan Yesus Kristus sebagai batu penjuru sudah ada sejak
zaman Gereja Perdana. Hubungan historis antara Gereja para rasul dan Gereja
sekarang tidak boleh dilihat sebagai semacam “estafet”, ajaran yang benar
bagaikan sebuah tongkat dari rasul-rasul tertentu diteruskan sampai kepada para
uskup sekarang. Yang disebut apostolic bukanlah para uskup, melainkan Gereja.
Hubungan historis itu pertama-tama menyangkut seluruh Gereja dalam segala
bidang dan pelayanannya. Gereja yang apostolik mengaku diri sama dengan
Gereja Perdana, yakni Gereja para rasul. Hubungan historis itu jangan dilihat
sebagai pergantian orang, melainkan sebagai kelangsungan iman dan pengakuan.
Gereja yang apostolik tidak terpaku pada
Gereja Perdana. Gereja tetap berkembang di bawah bimbingan Roh Kudus dan tetap
berpegang pada Gereja para rasul sebagai norma imannya. Hidup Gereja tidak
boleh bersifat rutin, tetapi harus dinamis.
Singkat kata: Gereja disebut apostolic
karena Gereja berhubungan dengan para rasul yang diutus oleh Kristus. Hubungan
itu tampak dalam:
Legitimasi fungsi dan kuasa hierarki dari
para rasul. Fungsi dan kuasa hierarki diwariskan dari para rasul
Ajaran-ajaran Gerejas diturunkan dan berasal
dari kesaksian para rasul
Ibadat dan struktur Gereja pada dasarnya dari
para rasul.
Gereja sekarang sama dengan Gereja para
rasul. Bahkan identitas Gereja sekarang mempunyai kesatuan dan kesamaan
fundamental dengan Gereja para rasul.
6. Mewujudkan Gereja yang katolik
dan apostolik
a. Mewujudkan kekatolikan Gereja.
Gereja bersifat universal dan umum. Ia
bersifat terbuka. Oleh sebab itu perlu diusahakan, antara lain.
Sikap terbuka dan menghormati kebudayaan,
adat istiadat, bahkan agama bangsa manapun.
Bekerja sama dengan pihak mana pun yang
berkehendak baik untuk mewujudkan nilai-nilai yang luhur di dunia ini
Selalu berusaha untuk memprakasai dan
memperjuangkan sesuatu dunia yang lebih baik untuk umat manusia.
Untuk setiap orang Kristiani diharapkan
memiliki jiwa besar dan keterlibatan penuh dalam kehidupan bermasyarakat,
sehingga kita dapat memberi kesaksian bahwa “katolik” artinya terbuka untuk apa
saja yang baik dan siapa yang berkehendak baik.
b. Mewujudkan keapostolikan Gereja
Keapostolikan Gereja bukan merupakan copy
dari Gereja para rasul. Gereja sekarang terarah kepada Gereja para rasul
sebagai dasar dan permulaan imannya. Pewartaan para rasul dan pernyataan iman
mereka terungkap dalam Kitab Suci, maka sifat keapostolikan Gereja tampak
terutama dalam kesetiaan kepada Injil. Kesatuan dengan Gereja Purba adalah
kesatuan yang hidup, pusatnya adalah Kitab suci dan Tradisi. Secara konkret,
tradisi merupakan konfrontasi terus menerus antara situasi konkret Gereja
sepanjang masa dan pewartaan Kitab Suci. Gereja harus senantiasa menafsirkan
dan mengevaluasi situasi konkret berpangkal pada sikap iman Gereja para rasul.
Jadi, usaha kita untuk keapostolikan Gereja
antara lain:
Setia dan mempelajari Injil, sebab Injil
merupakan iman Gereja para rasul
Menafsirkan dan mengevaluasi situasi konkret
kita dengan iman Gereja para rasul
Selain memiliki sifat Satu, Kudus, Katolik
dan Apostolik, pada zaman ini Gereja juga dituntut memiliki sifat-sifat yang
lain, antara lain: Setia dan loyal kepada hierarki sebagai pengganti para rasul
7. Sifat-sifat atau ciri-ciri Gereja
yang dituntut pada zaman ini.
a. Gereja yang lebih merakyat dan
mengutamakan yang miskin.
Gereja dituntut lebih merakyat dan
mengutamakan orang-orang sederhana dan miskin dan jangan dikuasai oleh mereka
yang punya uang dan berpengaruh saja. Yesus sendiri adalah orang yang sederhana
dan miskin. Ia memilih para rasul dari kalangan orang sederhana dan miskin.
Oleh karena itu, Gereja harus mengutamakan orang-orang sederhana dan miskin,
misalnya kaum tani, nelayan, buruh, penganggur, gelandangan dan sebagainya.
Gereja harus menjadi abdi bagi kaum sederhana
dan miskin. Ini bukan bearti bahwa Gereja hanya terdiri dari orang-orang
sederhana dan miskin, tetapi Gereja harus memilikisemangat kesederhanaan dan
kemiskinan. Jika Gereja ingin bergerak maju dengan cepat, maka Gereja jangan
terbebani dengan bermacam-macam kekayaan dan kemegahan yang memberatkan
langkahnya.
b. Gereja yang bersifat
kenabian.
Nabi bukanlah dukun peramal atau ahli nujum,
tetapi nabi adalah seorang yang berani menyampaikan kehendak Allah kepada umat
manusia dalam situasi konkret yang dihadapi pada zamannya. Gereja juga memiliki
panggilan yang sama dengan nabi, yaitu menyampaikan kehendak Allah dalam
situasi konkret yang dihadapinya. Misalnya, Gereja harus berani mengatakan apa
yang benar dan apa yang salah. Gereja harus berani mengecam dan menolak segala
kebijakan dan tindakan yang melanggar keadilan dan hak azasi manusia, sekalipun
hal itu berasal dari orang yang berkuasa dan berpengaruh, terlebih jika
kebijakan dan tindakan orang tersebut menekan dan menyengsarakan orang-orang
kecil. Jika Gereja berani berbicara terus terang, maka suara dan kehendak Tuhan
akan terdengarkan, sebab Tuhan berbicara dan menyampaikan kehendak-Nya melalui
manusia.
c. Gereja yang
membebaskan
Gereja harus menjadi tanda keselamatan bagi
umat manusia. Penyelamatan bearti juga pembebasan manusia dari segala
penderitaan baik penderitaan rohani maupun jasmani. Dalam hal ini, Gereja
diutus untuk menyuarakan dan menjadi pelopor terciptanya dunia yang lebih adil,
lebih bersaudara, lebih damai, dan bebas dari ketidakadilan.
d. Gereja
yang merupakan ragi
Gereja masa kini hendaknya laksana ragi yang
mengembangkan dunia baru. Gereja yang berada di luar dunia, sama seperti ragi
yang ditaruh di luar adonan roti. Setiap kelompok orang Kristen sebagai satu
Gereja local harus menjadi ragi di tempatnya masing-masing. Ragi yang membangun
dunia baru, merombak tembok-tembok yang memisahkan bangsa / manusia yang satu
dan yang lainnya.
e. Gereja
yang dinamis
Dunia akan selalu berkembang. Oleh karena
itu, Gereja harus dapat terus ber-agrionamento, artinya Gereja harus selalu
memperbaharui diri sesuai dengan tuntutan zaman. Air yang tergenang biasanya
menjadi sarang nyamuk, tempat dan sumber penyakit. Gereja tidak boleh tergenang
di tempat, tetapi tetap maju dan aktual melibatkan dirinta dalam
masalah-masalah yang selalu baru.
f. Gereja
yang bersifat karismatis
Gereja yang dijiwai Roh Kudus harus dapat
memberi hidup secara bebas dan leluasa kepada semua lapisan umat. Gereja yang
penuh sesak dengan bermacam-macam peraturan, struktur organisasi, dan tata
upacara liturgi akan menjadi Gereja yang kaku dan beku. Roh Allah telah
memberikan karunia-karunia kepada setiap orang demi kebaikan bersama. Roh Allah
pulalah yang memberikan kebijaksanaan, bakat-bakat dan kemampuan kepada siapa
saja untuk kemajuan Gereja.
SAJIAN CONTOH
Bacalah kutipan Kitab Suci berikut dengan
baik dan cermat !
CARA HIDUP JEMAAT PERDANA (Kis 4: 32 – 37)
Adapun kumpulan orang yang telah percaya itu,
mereka sehati dan sejiwa dan tidak seorang pun yang berkata, bahwa sesuatu dari
kepunyaannya adalah miliknya sendiri, tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan
mereka bersama. Dan dengan kuasa yang besar rasul-rasul memberi kesaksian
tentang kebangkitan Tuhan Yesus dan mereka semua hidup dalam kasih karunia yang
melimpah-limpah. Sebab tidak ada seorang pun yang berkekurangan di antara
mereka, karena semua orang yang mempunyai tanah atau rumah, menjual
kepunyaannya itu, dan hasil penjualan itu mereka bawa dan mereka letakkan di
depan kaki rasul-rasul; lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan
keperluannya.
Demikian pula dengan Yusuf, yang oleh
rasul-rasul disebut Barnabas, artinya anak penghiburan, seorang Lewi dari
Siprus. Ia menjual ladang miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya
di depan kaki rasul-rasul.
Pertanyaan:
Apa yang menarik/mengesan dari cara hidup
jemaat perdana berdasarkan Kis 4: 32 – 37 ?
Jawab: Yang menarik dari cara hidup jemaat
perdana adalah: ada kebersamaan, persahabatan, kesederhanaan, kesetiaan dan
ketekunan, semangat berbagi (kesetiakawanan).
Menurut Anda apakah cara hidup jemaat perdana
itu dapat kita contoh ? Mengapa ?
Jawab: Dapat, karena kita sebagai anggota
Gereja yang hidup di jaman ini juga memiliki tanggung jawab untuk menciptakan
suasana hidup yang bersahabat, bersifat hidup sederhana, mau saling berbagi.
Memang kita tidak dapat menirunya secara harafiah sebab kebersamaan kita dalam
hidup menggereja tidak boleh terbatas pada hal-hal rohani, tetapi harus mampu
menyentuh segala aspek kehidupan.
E. EVALUASI
Soal – soal
Apa artinya Gereja itu Satu dan Kudus?
Apa artinya Gereja hendaknya menghayati
kesatuan, bukan uniformitas?
Apa artinya Gereja itu Katolik dan Apostolik?
Bagaimana cara kita mewujudkan kekatolikan
kita?
Bagaimana cara kita melestarikan dan
mengembangkan Gereja yang Apostolik sesuai tuntutan jaman ini?
Selain sifat-sifat Gereja : Satu, Kudus,
Katolik dan Apostolik, manakah sifat-sifat Gereja yang sungguh dituntut pada
zaman ini?
BAB IV
TUGAS
– TUGAS GEREJA
A. KOMPETENSI
1. Standar Kompetensi
Memahami karya Yesus Kristus yang mewartakan
Kerajaan Allah dan penerusannya oleh Gereja, sehingga dapat mengembangkan hidup
bersama dan bergereja sesuai dengan nilai-nilai Kerajaan Allah.
2. Kompetensi Dasar
Siswa mengenal dan memahami tugas Gereja yang
menguduskan, mewartakan, memberi kesaksian dan melayani, sehingga merasa
terpanggil untuk terlibat dalam tugas tersebut sesuai dengan kedudukan dan
peranannya.
3. Indikator
Menjelaskan arti kata liturgi
Menyebutkan bentuk-bentuk pelayanan gereja
dalam bidang liturgi
Menyebutkan bentuk-bentuk pewartaan Gereja
Merumuskan bentuk keterlibatan remaja dalam
karya pewartaan gereja
Menceritakan tentang contoh martir
dalam gereja serta teladan hidupnya
Menjelaskan bentuk kesaksian yang relevan
dengan situasi masyarakat Indonesia yang pluralis
Menyebutkan dasar-dasar pelayanan
gereja,ciri-ciri dan bentuk-bentuk pelayanan gereja pada masa kini
Menyusun rencana satu kegiatan pelayanan
secara kelompok yang dapat dilaksanakan.
4. Uraian Tujuan
Pada bagian ini, kita dapat mengenal dan
memahami tugas Gereja yang menguduskan, mewartakan, memberikan kesaksian, dan
melayani sehingga terpanggil untuk terlibat dalam tugas tersebut sesuai dengan
kedudukan dan peranan kita masing-masing.
B. RINGKASAN MATERI
1.Gereja yang menguduskan (Liturgia)
a. doa dan ibadat
b. sakramen-sakramen gereja
c. sakramentali dan devosi
2. Gereja yang mewartakan kabar gembira
(Kerygma)
a. mewartakan Injil
b. tugas mewartakan
c. magisterium dan para pewarta sabda
3. Gereja yang menjadi saksi kristus
(Martyria)
a. pewartaan lewat kesaksian hidup
b. kesaksian hidup berdarah
4. Gereja yang melayani (diakonia)
a. mendalami makna melayani
b. gereja yang melayani
C. PENJELASAN TEORI
1. Gereja yang
menguduskan (Liturgia)
DOA DAN IBADAT
Doa dan ibadat merupakan salah satu tugas
Gereja untuk menguduskan umatnya dan umat manusia. Tugas ini disebut tugas imamiah
Gereja. Apa artinya?
Kristus Tuhan, Imam Agung, yang dipilih dari
antara manusia menjadikan umat baru, “kerajaan imam-imam bagi Allah dan
Bapa-Nya” (Why 1:6. 5:9-10) Mereka yang dibaptis dan diurapi Roh Kudus
disucikan menjadi kediaman rohani dan imamat suci (sebagai orang Kristiani
dengan segala perbuatan mereka) mempersembahkan korban rohani dan untuk
mewartakan daya kekuatan-Nya!
Oleh sebab itu, Gereja bertekun dalam doa,
memuji Allah, dan mempersembahkan diri sebagai korban yang hidup, suci, berkenan
kepada Allah. Gereja memiliki imamat umum dan imamat jabatan dengan cara
khasnya masing-masing mengambil bagian dalam satu imamat Kristus.
Imamat umum melaksanakan tugas
pengudusan antara lain dengan berdoa, menyambut sakramen-sakramen, memberikan
kesaksian hidup, pengingkaran diri, melaksanakan cinta kasih secara aktif dan
kreatif.
Imamat jabatan membentuk dan memimpin
umat serta memberikan pelayanan sakramen-sakramen.
Jadi, seluruh Gereja diberi bagian dalam
imamat Kristus untuk melakukan suatu ibadat rohani demi kemuliaan Allah dan
keselamatan manusia. Yang dimaksudkan dengan ibadat rohani adalah setiap
ibadat yang dilakukan dalam Roh Kudus oleh setiap orang Kristiani. Dalam
urapan Roh, seluruh hidup orang Kristiani dapat dijadikan satu ibadat rohani.
“Persembahkan tubuhmu sebagai kurban hidup, suci, dan berkenan kepada Allah.
Itulah ibadat rohani yang sejati” (Rm 12:1) Dalam arti ini konstitusi Lumen
Gentiurm menandaskan: “Semua kegiatan mereka, doa dan usaha kerasulan hidup
suami-isteri dan keluarga, kegiatan sehari-hari, rekreasi jiwa raga, jika
dilakukan dalam Roh, bahkan kesulitan hidup, bila diderita dengan sabar,
menjadi korban rohani, yang dapat diterima Allah dengan perantaraan Yesus
Kristus (1 Ptr 2:5). Dalam Perayaan Ekaristi, kurban ini dipersembahkan dengan
sangat hikmat kepada Bapa, bersama dengan persembahan Tubuh Tuhan” (Lumen
Gentium Art 34). Pandangan ini dapat mengatasi keterpisahan antara hidup dan
ibadat di dalam umat. Pengertian mengenai hidup sebagai persembahan dalam Roh dapat
memperkaya perayaan Ekaristi yang mengajak seluruh umat, membiarkan diri
diikutsertakan dalam penyerahan Kristus kepada Bapa. Dalam pengertian ini,
Perayaan Ekaristi sungguh-sungguh merupakan sumber dan puncak seluruh hidup
Kristiani.
1. 1 Arti doa
Doa bearti berbicara dengan Tuhan secara
pribadi, doa juga merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama. Oleh
sebab itu, doa-doa Kristiani biasanya berakar dari kehidupan nyata. Doa selalu
merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup
yang nyata ini. Dalam dialog tersebut, kita dituntut untuk lebih mendengar
daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi pedoman yang
menyelamatkan. Bagi umat Kristiani, dialog ini terjadi di dalam Yesus Kristus,
sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara kita dalam berkomunikasi dengan
Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat dialog antar pribadi dengan Allah.
Singkatnya:
Doa selalu merupakan bentuk komunikasi antara
manusia dan Tuhan
Komunikasi ini dapat dalam bentuk batin
(meditasi) atau lisan (doa vokal)
Dalam doa-doa itu diungkapkan “kebesaran “
(kedaulatan-keabsolutan) Tuhan dan ketergantungan manusia pada Tuhan.
Ada macam-macam isi doa: doa permohonan, doa
syukur, doa pujian, dsb.
1.2 Fungsi doa
Peranan dan fungsi doa bagi orang Kristiani
antara lain:
* Mengkomunikasikan diri kita kepada
Allah
* Mempersatukan diri kita dengan Tuhan
* Mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan
harapan kita kepada Tuhan
* Membuat diri kita melihat dimensi baru dari
hidup dan karya kita sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan
karya kita dengan mata iman
*Mengangkat setiap karya kita menjadi karya
yang bersifat apostolik atau merasul.
2. 1Syarat dan cara
doa yang baik
* Syarat-syarat doa yang baik:
■ didoakan dengan hati
■ berakar dan bertolak dari pengalaman hidup
■ diucapkan dengan rendah hati
* Cara-cara berdoa yang baik:
■ Berdoa secara bathiniah “Tetapi jika engkau
berdoa, masuklah ke dalam kamar…”, (Mt 6:5-6)
* Berdoa dengan cara sederhana dan
jujur
“Lagi pula dalam doamu janganlah kamu
bertele-tele…”(Mt 6:7)
2. DOA RESMI GEREJA
Orang Katolik boleh saja berdoa secara
pribadi atas nama pribadi dan berdoa bersama dalam suatu kelompok atas nama
kelompok. Doa-doa itu tidak mewakili seluruh Gereja. Tetapi ada doa, di mana
suatu kelompok berdoa atas nama dan mewakili Gereja secara resmi. Doa kelompok
yang resmi itu disebut Ibadat atau Liturgi. Doa itu doa resmi Gereja. Yang
pokok bukan sifat “resmi” atau kebersamaan, melainkan kesatuan Gereja dengan
Kristus dalam doa. Dengan demikian, liturgi adalah “karya Kristus, Imam Agung,
serta tubuh-Nya, yaitu Gereja”. Oleh karena itu, liturgi tidak hanya
meupakan “kegiatan suci yang sangat istimewa”, tetapi juga wahana utama untuk
mengantar umat Kristiani ke dalam persatuan pribadi dengan Kristus.
Liturgi merupakan Perayaan
iman. Pernyataan iman tersebut merupakan pengungkapan iman Gereja, di mana
orang yang ikut dalam perayaan iman mengambil bagian dalam misteri yang
dirayakan. Bukan hanya dengan partisipasi lahiriah, tetapi yang pokok
adalah hati yang ikut menghayati apa yang diuangkapkan dalam doa. Kekhasan doa
Gereja ini merupakan sifar resminya, sebab justru karena itu Kristus bersatu
dengan umat yang berdoa. Dengan bentuk yang resmi, doa umat menjadi doa seluruh
Gereja yang sebagai mempelai Kristus, berdoa bersama Kristus, Sang Penyelamat,
sekaligus tetap merupakan doa pribadi setiap anggota jemaat.
Doa resmi Gereja tidak sama dengan
mendaraskan rumus-rumus hafalan doa-doa resmi, melainkan pertama-tama dan
terutama adalah pernyataan iman di hadapan Allah. Doa bearti mengarahkan hati
kepada Tuhan. Yang berdoa adalah hati, bukan badan. Tetapi untuk doa bersama
membutuhkan sedikit keseragaman demi kesatuan doa dan pengungkapan iman.
Ibadat resmi Gereja tampak dalam ibadat pagi,
ibadat siang, ibadat sore, ibadat malam, dan ibadat bacaan. Yang pokok dalam
doa bukan sifat “resmi” atau kebersamaan, mealinkan kesatuan Gereja dengan
Kristus dalam doa.
3. SAKRAMEN-SAKRAMEN
GEREJA
Doa dan ibadat liturgi sebagai sarana
pengudusan umat dalam kesatuan dengan Kristus berlaku secara istimewa untuk
upacara-upacara liturgi yang disebut sakramen. Boleh dikatakan, tujuh sakramen
merupakan liturgi dalam arti yang paling penuh.
1. Arti dan Makna
Sakramen
a. Sakramen adalah
lambang atau simbol
Dalam hidup sehari-hari kita banyak mengenal
benda atau perbuatan yang pada hakikatnya punya makna dan arti yang jauh lebih
dalam daripada benda atau perbuatan itu sendiri (arti yang biasa). Misalnya,
seorang ditraktir pada hari ulang tahun, tidak pertama-tama hanya sekedar makan
dan minum biasa. Perbuatan itu mengandung arti yang jauh lebih dalam daripada
sekedar makan dan minum biasa. Makan bersama dalam situasi semacam itu
mengungkapkan rasa cinta, penghargaan, dan persahabatan. Dalam arti yang hampir
sama dan sejalan, kita perlu mengerti tentang sakramen-sakramen Gereja.
Sakramen Gereja Katolik melambangkan dan mengungkapkan karya penyelamatan Allah
dan pengalaman dasariah yang terselamatkan.
b. Sakramen mengungkapkan
karya Tuhan yang menyelamatkan.
Jika kita memperhatikan karya Allah dalam
sejarah keselamatan akan tampak hal-hal ini: Allah yang tidak kelihatan menjadi
kelihatan dalam Yesus Kristus. Dalam Yesus Kristus orang dapat melihat,
mengenal, mengalami siapa sebenarnya Allah itu. Namun, Yesus sekarang sudah
dimuliakan, Ia tidak kelihatan lagi. Ia hadir secara rohani di tengah kita.
Melalui Gereja-Nya, Ia menjadi kelihatan. Maka, Gereja adalah alat dan sarana
penyelamatan, di mana Kristus tampak untuk menyelamatkan manusia. Gereja menjadi
alat dan sarana penyelamatan, justru dalam kejadian-kejadian,
peristiwa-peristiwa, tindakan dan kata-kata yang disebut sakramen.
Sakramen-sakramen adalah “tangan Kristus” yang menjamah kita, merangkul kita,
dan menyembuhkan kita. Meskipun yang tampak di mata kita, yang bergaung di
telinga kita hanya hal-hal atau tanda-tanda biasa, namun Kristuslah yang
berkarya lewat tanda-tanda itu. Dengan perantaraan para pelayan-Nya, Kristus
sungguh aktif berkarya dalam umat Allah.
c. Sakramen
meningkatkan dan menjamin mutu hidup kita sebagai orang Kristiani.
Perlu disadari bahwa sakramen-sakramen itu
erat sekali hubungannya dengan kenyataan hidup sehari-hari. Dalam hidup
sehari-hari orang membutuhkan bantuan. Sementara kualitas dan mutu hidup
manusia makin melemah, banyak orang yang jatuh dalam dosa, banyak orang yang
butuh peneguhan dan kekuatan. Pada saat itulah kita dapat mendengar suara
Kristus yang bergaung di telinga kita: “Aku tidak menghukum engkau, pulanglah
dan jangan berdosa lagi….”
Singkatnya, sakramen-sakramen adalah cara dan
sarana bagi Kristus untuk menjadi “tampak” dan dengan demikian dapat dialami
oleh manusia dewasa ini. Sakramen-sakramen itu tidak bekerja secara
otomatis. Sakramen sebagai “tanda” kehadiran Kristus menantikan sikap pribadi
(sikap batin) dari manusia. Sikap batin itu ialah iman dan kehendak baik.
Perayaan sakramen adalah suatu “Pertemuan”
antara Kristus dan manusia. Oleh karena itu, meski tidak sama tingkatnya, peran
manusia (sikap iman) sangat penting. Walaupun Kristus mahakuasa, Ia tidak akan
menyelamatkan orang yang memang tidak mau diselamatkan atau yang tidak percaya.
2. Ketujuh Sakramen
a. Sakramen Permandian
(tanda iman)
Jika seseorang secara resmi menyatakan tobat
dan imannya kepada Yesus Kristus, serta bertekad untuk bersama umat ikut serta
dalam tugas panggilan Kristus, maka ia diterima dalam umat dengan upacara, yang
disebut sakramen Permandian/Baptis. Kenyataan yang lebih dalam ialah bahwa
orang yang menerima sakramen permandian diterima oleh Kristus menjadi anggota tubuh-Nya,
Umat Allah (Gereja)
Orang tersebut laksana baru lahir di dalam
Gereja. Peristiwa kelahiran baru menjadi putera Bapa dalam Roh Kudus bearti
bahwa selanjutnya ia ikut menghayati hidup Kristus sendiri yang ditandai oleh
wafat dan kebangkitan-Nya. Oleh karena itu, orang yang telah dipermandikan
harus bersama Kristus “mati bagi dosa” supaya dalam Kristus, ia hidup bagi
Allah. Kebenaran itu diperagakan, dirayakan, dan dilambangkan dalam peristiwa
pencurahan air pada dahinya, sementara wakil umat (Imam) mengatakan: “Aku
mempermandikan engkau dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus”. Dengan
permandian, mulailah babak baru dalam hidup seseorang. Kristus sendiri menjiwai
dia melalui Roh-Nya, maka segala pelanggaran dan dosa yang telah diperbuatnya
dihapus.
b. Sakramen Penguatan (tanda
kedewasaan)
Bagi orang dewasa, sakramen penguatan
sebetulnya merupakan bagian dari sakramen permandian. Orang yang telah
dipermandikan ditandai dengan minyak (krisma), tanda kekuatan Roh Kudus,
sebelum diutus untuk memperjuangkan cita-cita Kristus dalam Gereja dan
masyarakat. Sakramen Penguatan menjadi tanda kedewasaan, maka orang yang
menerima sakramen penguatan turut serta bertanggungjawab atas kehidupan Umat
Allah.
c. Sakramen tobat
Selama hidup di dunia, kita tidak pernah
luput dari kesalahan dan dosa. Kita hidup dalam “situasi dosa”. Situasi dosa
ini merasuki diri kita dan masyarakat kita sedalam-dalamnya. Perjuangan
untuk tetap teguh berdiri, tidak berdosa, memang merupakan proses perjuangan
yang tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, usaha untuk bangun lagi sesudah
jatuh, berbaik lagi dengan Tuhan dan sesama, merupakan unsur yang hakiki dan
harus selalu ada dalam hidup kita.
Para pengikut Kristus perlu bertobat dan
membaharui diri secara terus menerus di hadapan Tuhan dan sesamae. Tanda
pertobatan di hadapan Tuhan dan sesama itu diterima dalam perayaan sakramen
tobat. Seseorang yang melakukan sesuatu yang bertolak belakang dengan kehendak
Tuhan bearti dia memisahkan diri dari Tuhan dan sesama. Selama kesalahan berat
belum diampuni, ia tidak dapat ikut serta dalamibadat umat secara sempurna. Ia
ibarat cabang yang mati dari sebuah tanaman. Agar ia diterima kembali menjadi
anggota umat yang hidup, dia harus bertobat dan menghadapi wakil umat (pastor)
untuk mendapatkan pengampunan. Tobat sejati menuntut agar kerugian yang
diakibatkan oleh kesalahan itu diperbaiki.
d. Sakramen Ekaristi/Misa
(tanda kesatuan)
Pada malam menjelang sengsara-Nya, Yesus
mengajak murid-murid-Nya untuk merayakan hari kemerdekaan bangsanya (Paskah) sesuai
dengan adat istiadat Yahudi. Pada Perjamuan Paskah itu, Yesus mengambil roti
(makanan sehari-hari orang Yahudi), memecahkannya, dan membagi-bagikan roti itu
seraya berkata: “Makanlah roti ini, karena inilah Tubuh-Ku yang dikorbankan
bagimu”. (Tubuh adalah tanda kehadiran Yesus yang tersalib yang dikorbankan
bagi kita). Kemudian, Yesus mengambil sebuah cawan (piala) berisi air anggur
sambil berkata: “Minumlah semua dari cawan ini, karena inilah darah-Ku, darah
perjanjian baru dan kekal yang diadakan dengan kalian dan semua manusia demi
pengampunan dosa” (Darah menjadi tanda hidup. Jadi, kalau Yesus memberikan
darah-Nya bearti Ia menyerahkan diri-Nya seluruhnya untuk kita.
Kata-kata Yesus mengungkapkan wafat-Nya.
Injil Mateus dan Markus menambahkan bahwa “darah-Nya ditumpahkan….”, yang
bearti Ia dipersembahkan sebagai korban persembahan. Jadi, roti dan anggur
menyatakan bagaimana Yesus mati (menumpahkan darah). Kemudian disebut juga,
mengapa Ia harus mati, yaitu demi pengampunan dosa-dosa. Yesus kemudian
berkata: Kenangkanlah Aku dengan merayakan Perjamuan ini”. Maka sejak zaman
para rasul, umat Kristen suka berkumpul untuk bersyukur kepada Allah Bapa yang
membangkitkan Yesus dari alam maut dan menjadikannya Tuhan dan Penyelamat.
Berkumpul di sekitar meja Altar untuk
menyambut Kristus dalam sabda dan perjamuan-Nya meupakan kehadiran Gereja yang
paling nyata dan penuh; ungkapan yang paling konkret dari persatuan umat dan
Tuhan serta persatuan para anggotanya.
e. Sakramen
Perminyakan Orang Sakit.
Jika seorang anggota umat sakit keras,
keprihatinan Tuhan diungkapkan dengan sakramen perminyakan orang sakit. Kristus
menguatkan si sakit dengan Roh Kudus-Nya yang ditandakan dengan minyak suci.
Dengan demikian, si sakit dibuat siap dan tabah untuk menerima apa saja dari
tangan Allah yang mencintai kita, baik dalam kesembuhan maupun dalam maut.
Dengan menderita seperti Kristus, si sakit menjadi lebih serupa dengan Kristus.
f. Sakramen
Pernikahan
Membangun keluarga merupakan kejadian yang
sangat penting dalam hidup seseorang. Tentu usaha sepenting ini tidak di luar
perhatian Kristus serta umat-Nya. Maka Kristus sendiri hadir dalam cinta mereka
antar suami-isteri. Cinta mereka menjadi tanda dari cinta Kristus kepada
Gereja-Nya. Kristus menguduskan cinta insani menjadi alat dan sarana
keselamatan abadi. Umat Kristen merestui dan menyertai pengantin dalam
keputusan mereka yang sangat penting. Di hadapan umat, kedua mempelai berjanji
satu sama lain untuk setia dan cinta, baik dalam suka maupun duka, selama hayat
dikandung badan. Allah sendiri menjadi penjamin kesetiaan, maka apa yang
disatukan Allah jangan diceraikan oleh manusia. Sakramen Perkawinan berlangsung
selama hidup dan mengandung panggilan luhur untuk membina keluarga sebagai
tanda kasih setia Allah bagi setiap insan. Kristus mendampingi suami isteri
untuk membina cinta yang semakin dalam dan untuk mendidik anak menjadi warga
Gereja dan warga masyarakat yang berguna dan untuk membangun keluarga Katolik
yang baik pula. Suami-isteri yang hidup dalam perkawinan Katolik dipanggil pula
untuk member kesaksian kepada dunia tentang cinta Allah kepada umat manusia
melalui cinta suami-isteri. Hidup cinta mereka menjadi tanda (sakramen) cinta
Allah kepada manusia.
g. Sakramen Imamat
Umat membutuhkan pelayan-pelayan yang
bertugas menunaikan berbagai tugas pelayanan di tengah umat demi kepentingan
dan perkembangan umat dalam hidup beriman dan bermasyarakat.
Pelayanan-pelayanan itu juga berfungsi untuk mempersatukan umat, membimbing
umat dengan berbagai cara demi penghayatan iman pribadi dan bersama;membantu
melancarkan komunikasi iman demi tercapainya persekutuan umat, persekutuan
iman. Pelantikan para pelayan ini dirayakan, disahkan dan dinyatakan dalam
tahbisan (Sakramen Imamat).
3. Sakramentali dan Devosi dalam
Gereja.
Sakramentali dan devosi merupakan bentuk dan
kegiatan lain dari bentuk dan kegiatan pengudusan dalam Gereja.
a. Sakramentali
Selain ketujuh sakramen di atas, Gereja juga
mengadakan tanda-tanda suci (berupa ibadat/upacara/pemberkatan) yang mirip dengan
sakramen-sakramen yang disebut sakramentali. Berkat tanda-tanda suci ini
berbagai buah rohani ditandai dan diperoleh melalui doa-doa permohonan dengan
perantaraan Gereja.
Pemberkatan , yakni pemberkatan orang,
benda/barang rohani, tempat, makanan, dsb. Contoh: pemberkatan ibu hamil atau
anak, alat-alat pertanian, mesin pabrik, alat transfortasi, rumah, patung,
Rosario, makanan, dsb. Pemberkatan atas orang atau benda/barang tersebut adalah
pujian kepada Allah dan doa untuk memohon anugerah-anugerah-Nya.
Pemberkatan dalam arti tahbisan
rendah, yakni pentahbisan orang dan benda. Contoh: pentahbisan/pemberkatan
lektor, akolit, dan katekis, pemberkatan benda atau tempat untuk keperluan
liturgi, misalnya pemberkatan gereja/kapel, altar, minyak suci, lonceng, dan
sebagainya.
b. Devosi
Devosi (Latin: devotion=penghormatan) adalah
bentuk-bentuk penghormatan/kebaktian khusus orang atau umat beriman kepada
rahasia kehidupan Yesus yang tertentu, misalnya kesengsaraan-Nya, hati-Nya Yang
Mahakudus, Sakramen Mahakudus, dsb. Atau devosikepada orang-orang
kudus, misalnya devosi kepada santo-santa pelindung, devosi kepada Bunda
Maria dengan berdoa Rosario atau mengunjungi tempat-tempat ziarah (mis:
Sendangsono) pada bulan Mei atau Oktober dsb. Segala macam bentuk devosi
ini bersifat sukarela (tidak mengikat/tidak wajib) dan harus bertujuan untuk
semakin menguatkan iman kita kepada Allah dalam diri Yesus Kristus.
4. Gereja yang
mewartakan (Kerygma)
TUGAS MEWARTAKAN
Dalam diri Yesus dari Nasareth, sabda Allah
tampak secara konkret manusiawi. Penampakan itu merupakan puncak seluruh
sejarah pewahyuan sabda Allah. Tetapi oleh karena sabda itu sudah menjelmakan
diri dalam sejarah dan tidak dapat tinggal dalam sejarah untuk selamanya, maka
untuk mempertahankan hasilnya bagi semua orang, sabda itu harus menciptakan
bentiuk-bentuk lain, yang di dalamnya sabda itu dapat hadir dan berbiacara.
Ada tiga bentuk sabda Allah dalam Gereja,
yaitu:
Sabda/pewartaan para rasul sebagai daya yang
membangun Gereja
Sabda Allah dalam Kitab Suci
Sabda Allah dalam pewartaan aktual Gereja
sepanjang zaman
Tiga bentuk pewartaan tersebut di atas saling
berhubungan satu sama lain. Pewartaan aktual Gereja masa kini berdasarkan dan
merupakan kesinambungan dari pewartaan para rasul dan pewartaan Kitab Suci yang
diwariskan kepada kita. Ada perbedaan antara sabda Allah dalam ajaran para
rasul dan Alkitab dan sabda Allah dalam pewartaan aktual Gereja. Oleh karena
wahyu selesai dengan kematian para rasul, maka dasar normatif juga sudah
diletakkan. Segala pewartaan selanjutnya tergantung pada norma itu. Tugas
pewartaan tidak lain adalah mengaktualisasi apa yang disampaikan Allah
dalam Kristus sebagaimana diwartakan para rasul. Dengan demikian, sabda Allah
sungguh datang kepada manusia dan menyelamatkan mereka yang mendengarkan dan
melaksanakan pewartaan Gereja.
Pewartaan sabda Allah oleh Gereja bukan hanya
sekedar informasi mengenai Allah dan Yesus Kristus, melainkan sungguh-sungguh
menghadirkan Kristus yang mulia. Di dalamnya Kristus menyelamatkan,
menyembuhkan hati dari setiap orang yang mendengar dan membuka diri terhadap
sabda yang disampaikan Itu. Kristus membebaskan kita dari dosa melalui sabda-Ny
1. Dua Pola Pewartaan
Dalam mewartakan sabda Allah, kita dapat
mewartakannya secara verbal melalui kata-kata (kerygma), tetapi juga dengan
tindakan (martyria).
Pewartaan Verbal (kerygma)
Pewartaan Verbal pada dasarnya merupakan
tugas Hierarki, tetapi para awam diharapkan untuk berpartisipasi dalam tugas
ini, misalnya sebagai katekis, guru agama, fasilitator pendalaman Kitab Suci.
Bentuk-bentuk pewartaan ini antara lain: Kotbah atau Homili, Pelajaran
Agama, Katekese Umat, Pendalaman Kitab Suci, dsb.
Pewartaan dalam bentuk kesaksian (martyria)
Pewartaan dalam bentuk kesaksian ini pada
dasarnya lebih dipercayakan kepada para awam. Setiap orang Kristiani dalam
hidupnya diharapkan dapat menjadi garam dan terang dalam masyarakat.
2. Dua
tuntutan dalam Pewartaan.
Tugas pewartaan adalah mengaktualisasi sabda
Tuhan yang disampaikan dalam Kristus sebagaimana diwartakan para rasul. Usaha
pengaktualisasi sabda Tuhan itu mengandaikan berbagai tuntutan yang harus
dipenuhi. Tuntutan tersebut antara lain:
Mendalami dan menghayati sabda Tuhan.
Orang tidak dapat mewartakan sabda Allah
dengan baik, jika iasendiri tidak mengenal dan menghayatinya. Oleh sebab itu,
kita hendaknya cukup mengenal, mengetahui, dan menghayati isi Kitab Suci,
ajaran-ajaran resmi Gereja, dan keseluruhan tradisi Gereja, baik Gereja
Universal maupun Gereja local. Kita hendaknya membekali diri dengan berbagai
bacaan, penataran, dan macam-macam pembekalan lainnya.
Mengenal umat / masyarakat konteksnya
Pengenalan latar belakang dari orang-orang
yang kepadanya sabda Allah akan disampaikan tentu sangat penting. Kita harus
mengenal jiwa dan budaya mereka. Dengan kata lain, pewartaan kita harus sungguh
menyapa para pendengarnya, harus inkulturatif. Karena itu, pengenalan dan
kepekaan terhadap lingkup budaya seseorang atau masyarakat sangat dibutuhkan.
Pengenalan akan lingkup budaya dapat kita timba dari berbagai bacaan dan
keterlibatan kita yang utuh kepada manusia dan budayanya. Kita hendaknya
“menyatu dengan mereka yang kepadanya kita akan mewartakan kabar gembira itu
MAGISTERIUM DAN PARA PEWARTA SABDA
1. Magisterium
atau wewenang mengajar.
Di dalam Gereja ada istilah yang berkaitan
dengan tugas pewartaan, yaitu magisterium. Kata ini dapat
diterjemahkan dengan wewenang mengajar. Magisterium adalah kuasa mengajar
dalam Gereja. Umat Allah hanya dapat menjalankan tugas kenabiannya dalam
kepatuhan kepada pimpinan Gereja, sebab pimpinan Gereja inilah yang disebut
magisterium. Namun, “wewenang mengajar” tidak bearti bahwa dalam pewartaan
hanya hierarki yang aktif,sedangkan yang lain tinggal menerima dengan pasif.
Dalam pewartaan, hierarki bertugas menjaga kesatuan iman dan ajaran. Menjaga
kesatuan iman dan ajaran tidak bearti indoktrinasi, melainkan konsultasi.
Hierarki adalah pengajar otentik (yang
mengemban kewibawaan Kristus) tentang perkara iman dan kesusilaan; mereka
memaklumkan ajaran Kristus tanpa dapat sesat. Ciri tidak dapat sesat itu atas
kehendak Penebus Ilahi dimiliki oleh Gereja-Nya dalam menetapkan ajaran tentang
iman atau kesusilaan ada pada imam agung di Roma, kepala Dewan Para Uskup, bila
selaku gembala dan guru tertinggi segenap umat beriman, menetapkan ajaran iman
atau kesusilaan dengan tindakan defenitif. Sifat tidak dapat sesat itu ada pula
pada badan para uskup, bila mereka melaksanakan wewenang tertinggi untuk
mengajar bersama dengan pengganti Petrus.
Untuk itu ada empat syarat yang harus
dipenuhi, yakni:
Ajaran itu harus menyangkut iman dan
kesusilaan
· Ajaran itu harus bersifat ajaran otentik,
artinya jelas dikemukakan dengan kewibawaan Kristus
· Ajaran itu dinyatakan dengan tegas atau
definitif (tidak dapat diganggu gugat)
· Disepakati bersama (sejauh hal ini
menyangkut pernyataan para uskup sebagai dewan).
2. Para pewarta
Sabda
Tugas pewarta itu tidak ringan. Sama seperti
para nabi dan Kristus sendiri, tugas mendirikan umat Kristen meminta seluruh
eksistensi si pewarta. Sebagai pewarta tentang Yesus ia harus mengambil bagian
dalam nasib Yesus. “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami,
supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami” (2 Kor
4:10). Jadi, harus ada penyesuaian eksistensi antara pewarta dan Dia yang
diwartakan. Dalam penyesuaian itu, Kristus dan sabda Allah dimaklumkan dengan
perkataan dan seluruh eksistensi pewarta.
Menjadi pewarta meupakan satu panggilan. Oleh
karena itu, seorang pewarta harus:
Dekat dengan yang diwartakannya
Menjadi senasib dengan yang diwartakannya
Berani menanggung derita seperti yang
diwartakannya
Siap untuk diutus dan “diserahkan” kepada
umat yang mendengar pewartaannya
Memiliki komitmen utuh kepada umat.
Siapakah para pewarta itu?
Kita semua harus menjadi pewarta sabda.
Karena sakramen baptis dan pengurapan, kita menjadi anggota Gereja dan
sekaligus terlibat dalam misi Gereja. Salah satu misi Gereja yang paling
penting adalah mewartakan sabda Allah. Mereka yang secara khusus melibatkan
diri secara agak penuh ke dalam tugas pewartaan ini adalah: Para Pengkotbah,
para Katekis, para Guru Agama.
3. Gereja yang menjadi
Saksi (Martyria)
PEWARTAAN LEWAT KESAKSIAN HIDUP
Kata “saksi” sering diartikan:
Orang yang melihat atau mengetahui sendiri
suatu peristiwa (kejadian)
Orang yang diminta hadir pada suatu peristiwa
untuk mengetahuinya agar suatu ketika apabila diperlukan dapat memberikan
keterangan yang membenarkan bahwa peristiwa itu sungguh-sungguh terjadi.
Dari kedua arti tersebut tampak bahwa “saksi”
menunjuk pada personal atau pribadi seseorang. Pribadi yang “mengetahui” atau
“mengalami” dan “mampu memberikan keterangan yang benar”.
Menjadi saksi Kristus bearti menyampaikan
atau menunjukkan apa yang dialami dan diketahuinya tentang Kristus kepada orang
lain. Penyampaian, penghayatan, atau pengalamannya itu dapat dilaksanakan
melalui kata-kata, sikap, dan tindakan nyata.
Injil pertama-tama diwartakan dengan
kesaksian, yakni diwartakan dengan tingkah laku dan peri hidup. Gereja juga
mewartakan Injil kepada dunia dengan kesaksian hidupnya yang setia kepada Tuhan
Yesus. Para murid memang dipanggil supaya mereka menjadi saksi-Nya mulai
dari Yerusalem yang kemudian berkembang ke seluruh Yudea dan Samaria, bahkan
sampai ke ujung bumi (Kis 1:8). Pada waktu itu yang dimaksud dengan ujung bumi
adalah Roma. Dengan sampainya pewartaan Injil di Roma, maka diyakini bahwa
pewartaan Injil juga akan sampai ke ujung bumi, seluruh dunia.
Bagi kita sekarang menjadi saksi Kristus
mulai dari Yerusalem, Yudea, Samaria sampai ke ujung bumi bearti menjadi saksi
Kristusmulai dari rumah/keluarga, sanak saudara, tetangga, lingkungan sekolah
sampai ke ujung di mana hidup kita nanti berakhir. Sabda Yesus itu menunjukkan
tugas pokok yang harus dilaksanakan para pengikut-Nya. Dalam sejarah Gereja,
kita tahu bahwa banyak orang telah merelakan dirinya menjadi saksi Kristus.
Ingat saja sejarah mengenai para misionaris. Pewartaan dalam bentuk kesaksian
hidup mungkin sangat relevan bagi kita di Indonesia. Kita hidup di tengah
bangsa yang sangat majemuk dalam kepercayaan dan budayanya. Pewartaan verbal
mungkin kurang simpatik dibandingkan dengan pewartaan lewat doalog, termasuk
dialog hidup, di mana kita mewartakan iman kita melalui kesaksian hidup kita.
Kita dapat menunjukkan hidup kita yang penuh cinta kasih dan persaudaraan
ditengah situasi yang sarat dengan permusuhan, kekerasan, dan terror. Kita
dapat menunjukkan hidup yang bersemangat solider di tengah suasana hidup yang
serakah dan korup karena didorong oleh nafsu kepentingan diri atau golongan.
KESAKSIAN HIDUP BERDARAH
Menjadi saksi Kristus ternyata dapat menuai
banyak resiko. Yesus telah berkata: “Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang
saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat
bakti bagi Allah” (Yoh 16:2). Yesus sendiri telah menjadi martir. Ia menderita
dan wafat di salib demi Kerajaan Allah. Dalam sejarah, kita juga tahu banyak
orang telah bersedia menumpahkan darahnya demi imannya akan Kristus dan
ajaran-Nya. Mereka itulah para martir. Mereka mati demi imannya kepada Kristus.
Ada yang bersedia mati daripada harus menghianati imannya akan Kristus. Ada
pula martir yang mati karena memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan bagi
orang-orang yang tertindas. Contoh yang paling jelas untuk itu adalah para
santo / santa (para martir)
4. Gereja yang
Melayani (Diakonia)
Yesus mengenal struktur masyarakat feudal
pada zaman-Nya, yakni adanya kelas-kelas dan tingkat-tingkat dalam masyarakat.
Tetapi, Yesus berkata “tidaklah demikian di antara murid-murid-Nya” Mereka
harus memiliki sikap yang lain, yakni sikap melayani. Sesudah membasuh kaki
murid-murid-Nya pada malam Perjamuan Terakhir, Yesus pernah berkata: “Jika Aku
membasuh kakimu, Aku yang adalah Tuhan dan Gurumu, maka kamu pun wajib saling
membasuh kaki”. (Yoh 13:13-14). “Karena Anak Manusia datang bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani”. (Mrk 10:45). Iutulah sikap yang diharapkan
oleh Kristus terhadap murid-murid-Nya.
Semangat pelyananan itu harus diteruskan di
dalam Gereja-Nya. Hal itu ditekankan lagi oleh Konsili Vatikan II. Tugas
kegembalaan atau kepemimpinan dalam Gereja adalah tugas pelayanan.
1. Dasar Pelayanan
dalam Gereja.
Dasar pelayanan dalam Gereja adalah semangat
pelayanan Kristus sendiri. Barangsiapa menyatakan diri murid, “ia wajib hidup
sama seperti hidup Kristus” (1 Yoh 2:6). Yesus yang “mengambil rupa seorang
hamba” (Flp 2:7) tidak ada artinya jika para murid-Nya mengambil rupa
para penguasa. Pelayanan beaerti mengikuti jejak Kristus. Perwujudan iman
Kristiani adalah pelayanan. Yesus bersabda: “Apabila kamu telah melakukan
segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah
hamba-hamba yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang harus kami
lakukan” (Lk 17:10)
Pelayanan Kristiani adalah sikap pokok para
pengikut Yesus. Dengan kata lain, melayani adalah tanggung jawab setiap orang
Kristiani sebagai konsekuen dari imannya. Dengan demikian, orang Kristen tidak
hanya bertanggung jawab terhadap Allah dan Putera-Nya, Yesus Kristus, tetapi
juga bertanggung jawab terhadap orang lain dengan menjadi sesamanya.
2. Ciri-ciri
Pelayanan Gereja.
Ciri pelayanan Gereja dapat disebut antara
lain:
Bersikap sebagai pelayan
Yesus menyuruh para murid-Nya selalu bersikap
sebagai “yang paling rendah dari semua dan sebagai pelayan dari semua” (Mrk
9:35). Yesus sendiri memberi teladan dan menerangkan bahwa demikianlah kehendak
Bapa. Menjadi pelayan adalah sikap iman yang radikal.
Kesetiaan kepada Kristus sebagai Tuhan dan
Guru
Ciri religius pelayanan Gereja ialah menimba
kekuatannya dari sari teladan Yesus Kristus.
Orientasi pelayanan Gereja terutama ditujukan
kepada kaum miskin.
Dalam usaha pelayanan kepada kaum miskin
janganlah mereka menjadi obyek belas kasihan. Pelayanan bearti kerja sama, di
dalamnya semua orang merupakan subyek yang ikut bertanggung jawab. Yang pokok
adalah harkat, martabat, harga diri, bukan kemajuan dan bantuan spiritual
ataupun sosial, yang hanyalah sarana. Tentu sarana-sarana adalah juga penting,
dan tidak dapat ditinggalkan begitu saja, namun yang pokok adalah sikap
pelayanan itu sendiri.
Kerendahan hati
Dalam pelayanan, Gereja (kita) harus tetap
bersikap rendah hati. Gereja tidak boleh berbangga diri, tetapi tetap melihat
dirinya sebagai “hamba yang tak berguna” (Lk 17:10)
3. Bentuk-bentuk
Pelayanan Gereja
Pelayanan Gereja dapat bersifat ke dalam,
tetapi juga ke luar. Pelayanan ke dalam adalah pelayanan untuk membangun
jemaat. Pelayanan ini pada dasarnya dipercayakan kepada hierarki, namun awam
pun diharapkan berpartisipasi di dalamnya, misalnya dengan melibatkan diri
dalam kepengurusan Dewan Keuskupan, Dewan Paroki, Pengurus Wilayah/Lingkungan,
dsb.
Pelayanan keluar yang lebih difokuskan adalah
pelayanan demi kepentingan masyarakat luas. Bentuk-bentuk pelayanan Gereja
Katolik Indonesia untuk masyarakat luas antara lain:
Pelayanan di bidang kebudayaan dan pendidikan
Di bidang budaya, Gereja berusaha
melestarikan budaya asli yang bernilai. Di bidang pendidikan, Gereja berupaya
membangun sekolah-sekolah untuk pendidikan formal, tetapi juga membangun
kursus-kursus ketrampilan yang berguna.
Pelayanan Gereja di bidang kesejahteraan
Di bidang ekonomi, Gereja mendirikan
lembaga-lembaga social ekonomi yang memperhatikan dan memperjuangkan
kesejahteraan rakyat kecil. Di bidang kesehatan, Gereja mendirikan rumah-rumah
sakit dan poliklinik untuk memperbaiki dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Pelayanan Gereja di bidang politik dan hukum
Di bidang politik, Gereja dengan tugas
nabiahnya menyerukan supaya diciptakan situasi politik dan hukum yang
berorientasi pada kepentingan rakyat banyak. Gereja mengajak umatnya untuk
berpartisipasi dalam politik lewat partai-partai dan oramas yang mengutamakan
kepentingan rakyat.
C. SAJIAN CONTOH
Nyanyikanlah lagu dari madah Bakti no. 455 dan
resapkanlah!
JADILAH SAKSI KRISTUS
Sesudah dirimu
diselamatkan
jadilah saksi Kristus
Cahaya hatimu jadi
terang
jadilah saksi Kristus
Tujuan hidupmu jadi
nyata
jadilah saksi Kristus
Bagi yang ditimpa azab
duka
jadilah saksi Kristus
Bagi yang dilanda putus
asa
jadilah saksi Kristus
Bagi yang didera
kegagalan
jadilah saksi Kristus
Dimana tiada
perhatian
jadilah saksi Kristus
Dimana tiada
kejujuran
jadilah saksi kristus
Dimana ada sahabat
bermusuhan
jadilah saksi kristus
Dalam memaafkan kawan
lama
jadilah saksi Kristus
Dalam menggagahkan
persatuan
jadilah saksi Kristus
Dalam meluaskan kerja
sama
jadilah saksi Kristus
Dalam membangunkan
masyarakat
jadilah saksi Kristus
Dalam meningkatkan nasib
rakyat
jadilah saksi Kristus
Dalam membagikan seluruh
semangat
jadilah saksi Kristus
Langkah-langkah pembentukan konsep
pembentukan kekhasan dan keunikan masing-masing pribadi;
Mengapa dalam setiap kegiatan bermasyarakat
kita harus menjadi saksi kristus?
Jawab: karena tugas kita adalah mewartakan
kabar gembira pada orang lain.
Apakah ada pesan dari penulis lagu diatas
untuk kehidupan anda?
Jawab: ada. Yaitu. Jadilah dirimu sebagai
saksi Kristus!
D. EVALUASI
Jelaskan secara singkat arti liturgi1
Sebutkan bentuk-bentuk pelayanan gereja dalam
bidang liturgi!
Jelaskan bentuk-bentuk pewartaan Gereja!
Bagaimana menerangkan bentuk keterlibatan
remaja dalam karya pewartaan gereja!
Buatlah contoh cerita tentang martir dalam
gereja serta teladan hidupnya?
Jalaskan bentuk kesaksian yang relevan dengan
situasi bangsa indonesia yang pluralis!
Sebutkan dasar-dasar pelayanan gereja dengan
ciri-cirinya pada masa kini!
Buatlah rencana satu kegiatan pelayanan
secara kelompok yang dapat dilaksanakan!
catatan: Materi ini digunakan pada saat UAS kelas XII di SMAN 1 MUARA JAWA karena ketika UAS soal yang datang dari Kabupaten KUKAR adalah soal Agama Khatolik, sedangkan materi pembelajaran Agama Kristen Di SMAN1 MJ adalah Protestan, namun hal ini tak menjadi kendala walau ada sedikit tentang doktrin yang berbeda namun siswasiswi SMARAJAKU tetap mengerjakan soal dengan baik...
Oleh : AGUSTINUS DWIYANTO EDY SUSILO
SMA NEGERI 2 WONOSARI GUNUNGKIDUL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar